Iklan Floating Google AdSense (Diperbaiki)
×

Industri Sawit Paling Tangguh di Era Pandemi, Andalan Ekonomi Indonesia

Dr cn Ir Gulat Medali Emas Manurung, MP.,C.APO saat bersama BPDPKS dan Petani Papua “SALAM SETARA”. (foto: Bagus)

Gulat ME ketum DPP Apkasindo ” Bertahan di Tengah Badai Pandemi,  Industri Sawit Paling Elastis ditengah goncangan ekonomi Global “

PEKANBARU, Pelitaonline.co – Bagaimama Peran Perkebunan Sawit Indonesia di era Pandemi Covid yang melanda Dunia yang memporak porandakan tatanan ekonomi Global.

Semua negara di dunia kelimpungan mencari terobosan untuk dapat bertahan. Dari hasil penelitian beberapa pakar membuktikan Industri sawitlah, yang paling tangguh di negeri ini dan sebagai andalan bangsa.

Menurut Dr cn Ir Gulat Medali Emas Manurung, MP.,C.APO Ketua Umum DPP APKASINDO mengatakan, badai Pandemi dan dampak multi efek nya sangat terasa bagi semua negara dan umat manusia, tanpa kecuali Indonesia.

Lesu layunya perekonomian nasional akibat pandemi Covid-19 sudah dirasakan sejak awal tahun 2020, bahkan perekonomian Indonesia sempat minus di 2020 (triwulan IV 2020 sebesar -2,19 persen yoy).

“Kerja keras semua lini dan saling topanglah, akhirnya Ekonomi Indonesia pada triwulan II-2021 terhadap triwulan II-2020 mengalami pertumbuhan sebesar 7,07 persen (y-on-y). Ini yang menjadi harapan baru kedepannya,” ujar Gulat, Senin (10/08/2021).

Gulat menerangkan, jika kita rajin membaca laporan perekonomian dibeberapa negara maju, tidak jauh dengan Indonesia. Bahkan beberapa negara maju yang terlena dengan kemajuan industri teknologi dan perdagangan lebih parah dari Indonesia.

“Hal ini menjadi catatan bagi kita semua, bahwa negara yang mengandalkan dan menjaga kekayaan sumberdaya alam, lebih elastis dalam masa-masa sulit seperti saat ini dan kedepannya, ya jasa ekosistem lah penyelamatnya,” terangnya.

Jasa ekosistem kata Gulat, dikategorikan menjadi empat, yaitu meliputi jasa penyediaan (provisioning), jasa pengaturan (regulating), jasa budaya (cultural), dan jasa pendukung (supporting).

Menurutnya, jadi jasa ekosistem merupakan manfaat yang diperoleh manusia dari ekosistem, manajemen tata kelola lingkungan dan sumber daya serta alam perencanaan tata ruang. Inilah kunci keberhasilan Indonesia menghindar dari kekacauan perekonomian yang lebih dalam saat pandemic covid dan stabilnya neraca devisa negara.

“Ya benar, jasa ekosistem terbesar yang diterima negara ini adalah dari tanaman kelapa sawit, kita harus beryukur karena sawit tumbuh dengan subur di Indonesia, ini adalah anugerah Tuhan kepada Indonesia.” ujar Gulat

Gulat menjelaskan, hasil penelitian Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute, PASPI (2021), mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di kabupaten kota yang memiliki perkebunan kelapa sawit, cenderung lebih baik dibandingkan dengan kabupaten kota yang tidak memiliki perkebunan sawit.

10 provinsi yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru seiring dengan berkembangnya industri sawit di daerah antara lain, Aceh, Sumatra Utara, Riau, Sumatra Selatan, Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi, Papua dan Papua Barat.

“Kesepuluh provinsi ini, memiliki elastisitas pertumbuhan ekonomi diatas provinsi yang tanpa perkebunan sawit terkhusus di saat pandemic Covid, terkhusus kabupaten kota yang memiliki sentra sawit perkembangannya lebih cepat, dibandingkan dengan kabupaten kota yang tidak memiliki sawit. Ini hasil penelitian secara empiris dan hasilnya sama dengan penelitian World Bank (Bank Dunia),” bebernya.

Hasil penelitian APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia) di tiga Provinsi Sawit (Riau, Kalimantan Barat dan Sulawesi Barat), rata- rata pendapatan bersih petani sawit/ha/bulannya Rp.1.485.000 (dihitung pada bulan Juli 2021).

Dimana rata-rata kepemilikan petani hasil survey tersebut adalah 4,18 ha yang artinya per bulan petani mendapat penghasilan bersih Rp.6.207.300 dengan tingkat keberlanjutan (sustainability) aspek ekonomi, ekologi dan sosial masuk dalam kategori sangat berkelanjutan.

“Kita sangat diuntungkan karena perkebunan kelapa sawit di Indonesia 42 persen.” pungkas Gulat. (Gus/Yud)

Dapatkan Berita Terbaru: Saluran WA

Temukan Berita Terbaru: Google News

Berita Serupa