Iklan Floating Google AdSense (Diperbaiki)
×

Bahasa Senjata Wartawan Melawan Kekerasan Seksual

Ketua Ketua Aliansi Jurnalis Independen, Ira Rachmawati saat memberi materi peserta diskusi dan Pelatihan Menulis dengan tema “Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dan Kelompok Rentan Melalui Tulisan,” di Lantai tiga Kampus STIE Mandala, Minggu 5 Desember 2021 (foto: Nawawi)

JEMBER, Peiltaonline.co – Diksi penulisan bahasa berita, rupanya kini masih cenderung menyudutkan perempuan yang jadi korban pelecehan seksual.

Memandang itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jember mengelar diskusi Pelatihan Menulis, dengan tema “Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dan Kelompok Rentan Melalui Tulisan,” di Lantai tiga Kampus STIE Mandala, Minggu (5/12/2021).

Kegiatan menghadirkan pemateri utama Agutina Dewi Dosen asal Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember tersebut, di ikuti beberapa media baik lokal maupun Nasional, Pers Mahasiswa dan jurnalis warga.

“Di tahun 2021 ini, saya melihat banyak sekali Diksi berita yang judulnya sifatnya cabul, mulai dari pemerkosaan Di gilir, Di setubuhi dan banyak lagi yang lainnya,” kata Dosen perempuan yang akrab disapa Dewi ini.

Judul berita seperti itu, terang Dewi, seakan menjadikan korban khususnya perempuan, sebagai ojek dan subjek pemberitaan, akibat kuasa bahasanya justru berpihak pada pelaku.

“Kayak SPG Cantik, di Gilir Bos, ini kan masih menekankan pada korban, mengapa tidak pada peristiwanya, kan gitu,” kata wanita yang akrab Dewi ini.

Dewi menilai bahwa judul pemberitaan tersebut, justru mengancam Psikologi korban, bahkan akan membawa traumatik yang luar biasa. Sehingga dampaknya banyak korban pelecehan seksual, tidak berani lapor.

“Karena malu dan lain sebagainya,” ucapnya.

Oleh karena itu, Dewi mengajak supaya jurnalis dalam membuat judul dan naskah berita, fokus pada peristiwanya, dengan kuasa bahasa yang mampu melindungi korban.

“Dan kalau perlu, media itu memiliki Diksi khusus, saat menulis berita untuk menjaga psikologi korban pelecehan seksual, dari,” terangnya

Sementara itu, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jember, Ira Rachmawati mengatakan, seorang wartawan harus berpihak pada korban.

“Semisal wawancara pada kuasa hukum korban, dan wawancara polisi, jadi ada keseimbangan, dan please jangan serang korban dengan tulisan yang berulang-ulang,” harapnya.

Mengingat, dalam kode etik jurnalistik, kata Ira, Wartawan Indonesia dilarang membuat berita bohong, sadis dan cabul. Agar tidak menimbulkan nafsu birahi pembaca.

“Baik itu tulisan, foto yang dapat menaikan gairah seksual para pembaca. Jadi harus diperhatikan betul kode etik ini,” jelasnya.

Selain itu, lanjut Ira, wartawan harus memberikan pemberdayaan terhadap korban pelecehan sosial, dengan semangat memperjuangkan hak asasi manusia.

“Jadi, berikan pendampingan terhadap korban, sampai kasusnya selesai. Serta memperhatikan hak anak dan perempuan, karena banyak anak-anak yang jadi korban pelecehan seksual.” Tandasnya. (Awi/Yud)

Dapatkan Berita Terbaru: Saluran WA

Temukan Berita Terbaru: Google News

Berita Serupa