JEMBER, Pelitaonline.co – Data Penerima Program Keluarga Harapan (PKH) yang tidak valid, sepertinya sudah menjadi penyakit akut di Kabupaten Jember. Sehingga menjadi perhatian serius dari kalangan legislatif.
Pasalnya, setelah penyaluran bantuan tersebut dari Bank Negara Indonesia (BNI), berpindah ke Bank Mandiri, ternyata tidak merubah keadaan. Justru ada 8000 lebih Kartu PKH tidak diberikan kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
“7453 + 685, jadi ada delapan ribuan dan sekitar 7000 an itu memang tidak boleh disalurkan oleh Kemensos, sementara yang enam ratusan boleh disalurkan,” ujar Bagian Operator Bank Mandiri Cabang Jember Yuli Agus Setyono saat rapat Dengar Pendapat di Ruang Komisi D DPRD, Rabu (11/5/2022)
Menurutnya, dari 7000 ribu lebih Kartu itu yang tidak tersalurkan, uang di dalam ATM masing-masing Penerima PKH tersebut hangus dan di kembalikan lagi ke kas negara.
“Mulai Januari hingga maret ini kan, banyak penyaluran sembako yang dialihkan ke kantor Pos, biar tidak tumpang tindih atau bagiamana, kami kurang paham,” kata Agus.
Dari 7000 lebih kartu PKH tersebut, lanjut Agus, ATM nya tidak ada saldonya. Sementara yang enam ratusan ini, masih ada uangnya di rekening mereka.
“Karena kita sifatnya hanya distribusi saja, urusan data itu dari pusat. Jadi kita terima mateng,” bebernya
Hal senada juga dikatakan oleh, Pelaksana Tugas (Plt) Dinas Sosial Jember Isnaini Dwi Susanti yang enam ratusan Kartu PKH tidak tersalurkan ini, karena data dari pusat tidak jelas, alamat KPMnya tidak lengkap.
“Tidak ada RT/RW nya, cuma desa aja yang tertulis disitu, jadi Bank Mandiri sudah datang di Kecamatan, nah KPM banyak yang tidak datang, bahkan Kecamatan sampai mengumpulkan di desa, tetap tidak ada yang datang, jadi seperti itulah yang terjadi,” jelasnya.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jember Edi Cahyo Purnomo menilai, Bank Mandiri terkesan lempar tanggung jawab, terkait 8000 sekian Kartu PKH yang tidak tersalurkan.
“Kita sudah ngasih solusi, agar Bank Mandiri melibatkan Dinsos, Desa dan para pendamping (PKH), ternyata masih ada 8000 mengendap, 8000 kalau dikumpulkan kan sudah satu desa ini,” tanggapnya
Jika mengacu di Data Terpadu tambah anggota yang akrab disapa Cak Ipung ini, Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), seharusnya sudah valid. Bukan saling menyalahkan Pemerintah Daerah terhadap pusat.
“Kan ada KTP, disitu jelas NIK nya berapa, alamatnya jelas, kabupaten nya juga ada. Jadi nggak mungkin Pemerintah pusat menginput data, tanpa ada sumbernya,” terang Cak Ipung
Karena masalah tumpang tindih data ini, jadi akar permasalahan Sosial. Kata Cak Ipung, DPRD akan mempertemukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember dengan Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur.
“Kalau perlu ke kementerian, agar hal ini tidak terulang lagi dari tahun ke tahun, agar tidak merugikan masyarakat, kalau Pemerintah pusat sudah luar biasa memberikan program. Hanya saja Pemerintah Daerah tidak pernah melakukan perbaikan-perbaikan,” tandas Cak Ipung Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jember. (Awi/Yud)