
Berita Terkini – Aksi seorang guru di Sragen, Jawa Tengah, yang menggunting seragam siswa menjadi sorotan publik. Video viral guru gunting seragam siswa ini memicu perdebatan sengit di media sosial. Ada yang mendukung tindakan ini sebagai bentuk disiplin, tapi tak sedikit pula yang menganggapnya berlebihan. Apa sebenarnya yang terjadi?
Pada 17 Februari 2025, sebuah video berdurasi 1 menit 9 detik beredar di media sosial. Video itu menunjukkan seorang guru bernama Anggrek Anggrayani, Wakil Kepala Kesiswaan SMP PGRI 5 Sukodono, Sragen, sedang menggunting seragam seorang siswa bernama Iksan.
Kejadian ini terjadi usai upacara bendera di lapangan sekolah. Anggrek memotong bagian lengan dan belakang seragam yang penuh coretan, termasuk gambar dan tulisan yang dianggap tidak pantas, seperti simbol geng dan kalimat yang merendahkan perempuan.
Video tersebut diunggah ke TikTok oleh Anggrek pada 19 April 2025, namun dihapus 11 jam kemudian atas perintah komite sekolah. Meski sudah dihapus, video itu telanjur menyebar dan menjadi viral guru gunting seragam siswa di berbagai platform, termasuk Instagram melalui akun @pembasmi.kehaluan.reall. Netizen pun langsung ramai memberikan komentar, baik yang pro maupun kontra.
Banyak spekulasi muncul soal alasan di balik tindakan ini. Namun, Anggrek dan pihak sekolah akhirnya memberikan klarifikasi pada 22 April 2025 di Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Sragen. Berikut fakta-fakta penting yang terungkap:
Kepala Sekolah SMP PGRI 5 Sukodono, Sutardi, juga membenarkan bahwa tindakan ini sudah disetujui orang tua. Namun, ia meminta maaf atas kegaduhan yang ditimbulkan video tersebut.
Kasus viral guru gunting seragam siswa ini memicu reaksi beragam di kalangan netizen. Berikut pandangan yang muncul di media sosial:
Perdebatan ini juga menyoroti etika guru dan cara menegakkan disiplin di sekolah. Banyak yang menilai seharusnya ada dialog dengan siswa dan orang tua sebelum mengambil tindakan ekstrem.
Disdikbud Sragen memberikan teguran kepada Anggrek meski tindakan tersebut atas izin orang tua. Perwakilan Disdikbud, Tri Giyarto, menegaskan bahwa guru harus menegakkan disiplin dengan cara yang profesional dan tidak memicu dampak psikologis negatif. “Tindakan yang dilihat banyak orang harus dihindari,” ujarnya.
Meski begitu, Anggrek melaporkan adanya perubahan positif pada perilaku Iksan pasca-kejadian, meskipun siswa ini masih sering terlambat karena jarak tempuh ke sekolah yang jauh. Pihak sekolah juga berjanji mengevaluasi metode disiplin agar tidak memicu kontroversi di masa depan.
Kasus viral guru gunting seragam siswa ini menjadi cerminan kompleksitas dunia pendidikan. Di satu sisi, disiplin penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Di sisi lain, cara menegakkan disiplin harus mempertimbangkan dampak emosional dan sosial pada siswa. Berikut beberapa pelajaran yang bisa diambil:
Fenomena viral guru gunting seragam siswa mencerminkan sensitivitas masyarakat terhadap isu pendidikan dan keadilan. Media sosial, terutama Instagram dan TikTok, mempercepat penyebaran informasi, sekaligus memperbesar polarisasi opini.
Menurut laporan Hootsuite 2025, 62% pengguna media sosial di Indonesia aktif memberikan komentar pada isu kontroversial, terutama yang melibatkan anak-anak dan pendidikan. Kasus ini juga menarik perhatian karena menyentuh isu emosional, seperti harga seragam dan martabat siswa.
Selain itu, tren “konten kontroversi” di media sosial mendorong akun-akun seperti @lambe_turah dan @fakta.indo untuk mengamplifikasi video ini. Hashtag #GuruGuntingSeragam bahkan sempat trending di X pada 21-23 April 2025, menunjukkan betapa besarnya perhatian publik.
Kasus viral guru gunting seragam siswa di Sragen adalah contoh bagaimana tindakan disiplin bisa memicu perdebatan luas di era digital. Meski dilakukan atas izin orang tua, tindakan Anggrek Anggrayani menuai kritik karena dianggap kurang bijaksana. Kejadian ini mengingatkan kita akan pentingnya pendekatan humanis dalam pendidikan dan kehati-hatian dalam berbagi konten di media sosial.
Dunia pendidikan seharusnya menjadi ruang yang membangun karakter, bukan memicu trauma. Bagaimana menurutmu soal kasus ini?
Dapatkan Berita Terbaru: Saluran WA
Temukan Berita Terbaru: Google News