PERISTIWA – Jakarta, 5 Juni 2025. Presiden Donald Trump kembali membuat gebrakan kontroversial dengan menandatangani proklamasi larangan masuk bagi warga dari 12 negara mayoritas Muslim dan Afrika. Kebijakan ini mengingatkan publik pada “travel ban” yang sempat memicu kekacauan di bandara Amerika pada 2017 silam.
Alasan Keamanan Jadi Dalih Utama Trump
Gedung Putih menegaskan, keputusan ini diambil demi melindungi Amerika Serikat dari ancaman terorisme dan keamanan nasional. Negara-negara yang terkena larangan dianggap tidak punya sistem pemeriksaan keamanan yang memadai, tingkat pelanggaran visa tinggi, serta gagal berbagi data identitas dan ancaman dengan pemerintah AS.
Trump bahkan menyebut insiden serangan bom molotov di Boulder, Colorado, sebagai salah satu alasan, meski pelakunya berasal dari Mesir—negara yang tidak masuk daftar larangan. “Kami tidak ingin mereka masuk,” tegas Trump dalam pernyataan video di media sosial.
Negara-Negara yang Terkena Dampak Kebijakan Pembatasan Trump
Larangan penuh berlaku untuk warga dari Afghanistan, Myanmar, Chad, Kongo, Guinea Khatulistiwa, Eritrea, Haiti, Iran, Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman. Sementara itu, warga Burundi, Kuba, Laos, Sierra Leone, Togo, Turkmenistan, dan Venezuela dikenai pembatasan parsial.
Protes dari Kelompok Hak Asasi Manusia
Kebijakan ini langsung menuai kecaman dari kelompok HAM dan organisasi advokasi migran. Robyn Barnard dari Human Rights First menyebut larangan ini sebagai bentuk diskriminasi yang menghidupkan kembali kebijakan rasis di era Trump. International Refugee Assistance Project juga menyoroti dampak negatif bagi pengungsi Afghanistan yang selama ini membantu operasi militer AS.
“Larangan baru ini mengancam nyawa mereka dan menutup peluang untuk mencari perlindungan,” ujar Laurie Ball Cooper, wakil presiden organisasi tersebut.
Mengingat Kekacauan Tahun 2017
Kebijakan serupa pada 2017 sempat menimbulkan kekacauan di bandara-bandara Amerika. Banyak pelancong ditahan dan dilarang naik pesawat. Setelah beberapa revisi, Mahkamah Agung akhirnya mengesahkan kebijakan tersebut pada 2018. Namun, Presiden Joe Biden langsung mencabut larangan itu di hari pertama masa jabatannya.
Larangan terbaru ini memang memberikan pengecualian untuk pemegang green card, pemegang visa khusus Afghanistan, diplomat, dan atlet yang berlaga di ajang internasional. Namun, banyak keluarga yang tetap terancam terpisah dan pengungsi kehilangan harapan untuk mendapat perlindungan.
Kebijakan travel ban terbaru dari Trump ini kembali memicu perdebatan soal keamanan nasional versus hak asasi manusia. Banyak pihak menilai langkah ini lebih banyak menimbulkan ketakutan dan diskriminasi ketimbang solusi nyata atas ancaman terorisme.
Informasi telah diverifikasi dari Reuters, BBC, The New York Times, dan Associated Press. Semua negara yang disebut memang masuk dalam daftar larangan terbaru, dan protes dari organisasi HAM benar terjadi. Trump dan pemerintahannya memang menggunakan alasan keamanan nasional sebagai justifikasi utama. Kebijakan ini juga memberikan pengecualian terbatas sesuai yang dilaporkan media arus utama.(UA/Red)