
QRIS dan GPN terus berevolusi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat modern. Berikut adalah tren terbaru yang mencerminkan kemajuan kedua sistem ini:
Data dari BI menunjukkan bahwa QRIS kini digunakan oleh lebih dari 30 juta pengguna aktif, dengan nilai transaksi mencapai Rp250 triliun pada kuartal pertama 2025. Sementara itu, GPN telah memangkas biaya operasional bank dan merchant hingga Rp1,5 triliun per tahun.
Pada Maret 2025, Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) menerbitkan National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers 2025. Mereka menyebut QRIS dan GPN sebagai kebijakan yang menghambat perdagangan digital. AS mengkritik kurangnya transparansi dalam penyusunan regulasi QRIS berdasarkan Peraturan BI No. 21/2019. AS berkata jika ini tidak melibatkan konsultasi dengan pemangku kepentingan asing, termasuk bank dan penyedia layanan pembayaran AS.
Selain itu, GPN dikritik karena aturan kepemilikan asing yang dibatasi maksimal 20% untuk perusahaan switching berlisensi, sebagaimana diatur dalam Peraturan BI No. 19/08/2017. Kebijakan ini dianggap membatasi akses perusahaan AS untuk memproses transaksi domestik, terutama kartu debit dan kredit. USTR juga menyoroti mandat BI bahwa kartu kredit pemerintah harus diproses melalui GPN, yang dinilai merugikan penyedia layanan AS seperti Visa dan Mastercard.
Namun, Deputi Gubernur BI, Destry Damayanti, menegaskan bahwa Indonesia tidak mendiskriminasi mitra asing. Ia menekankan bahwa Visa dan Mastercard tetap mendominasi pasar kartu kredit lokal, menunjukkan integrasi yang kuat dengan ekosistem pembayaran Indonesia. “Kami terbuka untuk kerja sama selama ada kesiapan bersama,” ujarnya.
Dapatkan Berita Terbaru: Saluran WA
Temukan Berita Terbaru: Google News