
Berita Terkini – QRIS dan GPN telah menjadi tulang punggung sistem pembayaran digital di Indonesia, mengubah cara masyarakat bertransaksi secara cepat, aman, dan efisien. Di tengah pesatnya pertumbuhan adopsi teknologi ini, Amerika Serikat (AS) menyoroti kebijakan QRIS dan GPN sebagai potensi hambatan perdagangan.
Artikel ini mengulas perkembangan terbaru, tren terkini, serta dinamika hubungan Indonesia-AS. Selain itu, ini juga akan membahas terkait sistem pembayaran digital ini berdasarkan data kredibel hingga April 2025.
QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) adalah standar kode QR nasional yang dikembangkan oleh Bank Indonesia (BI) dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) untuk menyatukan berbagai layanan pembayaran berbasis QR.
GPN (Gerbang Pembayaran Nasional) adalah sistem integrasi layanan pembayaran elektronik, seperti transaksi kartu debit, kredit, dan kanal pembayaran lainnya, untuk meningkatkan efisiensi dan kedaulatan sistem pembayaran domestik. Keduanya merupakan bagian dari visi BI untuk mewujudkan ekonomi digital yang inklusif.
Menurut laporan BI, pada Februari 2025, transaksi QRIS tumbuh sebesar 163,32% secara tahunan. Sementara itu, GPN telah mengintegrasikan lebih dari 90% transaksi elektronik domestik, mengurangi ketergantungan pada penyedia layanan asing seperti Visa dan Mastercard.
QRIS dan GPN terus berevolusi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat modern. Berikut adalah tren terbaru yang mencerminkan kemajuan kedua sistem ini:
Data dari BI menunjukkan bahwa QRIS kini digunakan oleh lebih dari 30 juta pengguna aktif, dengan nilai transaksi mencapai Rp250 triliun pada kuartal pertama 2025. Sementara itu, GPN telah memangkas biaya operasional bank dan merchant hingga Rp1,5 triliun per tahun.
Pada Maret 2025, Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) menerbitkan National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers 2025. Mereka menyebut QRIS dan GPN sebagai kebijakan yang menghambat perdagangan digital. AS mengkritik kurangnya transparansi dalam penyusunan regulasi QRIS berdasarkan Peraturan BI No. 21/2019. AS berkata jika ini tidak melibatkan konsultasi dengan pemangku kepentingan asing, termasuk bank dan penyedia layanan pembayaran AS.
Selain itu, GPN dikritik karena aturan kepemilikan asing yang dibatasi maksimal 20% untuk perusahaan switching berlisensi, sebagaimana diatur dalam Peraturan BI No. 19/08/2017. Kebijakan ini dianggap membatasi akses perusahaan AS untuk memproses transaksi domestik, terutama kartu debit dan kredit. USTR juga menyoroti mandat BI bahwa kartu kredit pemerintah harus diproses melalui GPN, yang dinilai merugikan penyedia layanan AS seperti Visa dan Mastercard.
Namun, Deputi Gubernur BI, Destry Damayanti, menegaskan bahwa Indonesia tidak mendiskriminasi mitra asing. Ia menekankan bahwa Visa dan Mastercard tetap mendominasi pasar kartu kredit lokal, menunjukkan integrasi yang kuat dengan ekosistem pembayaran Indonesia. “Kami terbuka untuk kerja sama selama ada kesiapan bersama,” ujarnya.
Kebijakan QRIS dan GPN mencerminkan upaya Indonesia untuk memperkuat kedaulatan digital di tengah tekanan global. Namun, sorotan AS menimbulkan sejumlah tantangan:
Meski demikian, QRIS dan GPN telah membuktikan keberhasilannya. Biaya transaksi yang lebih rendah dibandingkan layanan asing (misalnya, 0,7% untuk QRIS vs. 2-3% untuk kartu kredit internasional). Selain itu, banyak kemudahan integrasi telah menjadikan sistem ini sebagai standar baru di Asia Tenggara.
QRIS dan GPN bukan sekadar alat pembayaran, tetapi juga simbol kedaulatan digital Indonesia. Berikut alasan mengapa keduanya krusial:
QRIS dan GPN telah mentransformasi lanskap pembayaran digital Indonesia, mendorong inklusi keuangan, efisiensi ekonomi, dan kedaulatan digital. Meski mendapat sorotan dari AS, keberhasilan kedua sistem ini terlihat dari pertumbuhan transaksi yang pesat dan adopsi luas di kalangan UMKM.
Ke depan, Indonesia perlu menavigasi tantangan global dengan bijak, menjaga keseimbangan antara inovasi domestik dan kolaborasi internasional. Dengan fondasi yang kuat, QRIS dan GPN berpotensi menjadi model bagi negara lain dalam membangun ekosistem pembayaran digital yang mandiri dan inklusif.
Dapatkan Berita Terbaru: Saluran WA
Temukan Berita Terbaru: Google News