Putin Sahkan Pipa Minyak Congo, Strategi Rusia Kuasai Energi Afrika Tengah

Cak Ulil

June 9, 2025

4
Min Read
proyek pipa Kongo-russia
Foto Ilustrasi/Pekerja memasang jaringan pipa gas serpih, Jumat, 13 Februari 2015, di Zelienople, Pa.

EKONOMI –  Jakarta, 9 Juni 2025. Presiden Rusia Vladimir Putin resmi menandatangani undang-undang yang meratifikasi kesepakatan pembangunan pipa minyak di Republik Congo, menandai langkah strategis Moskow untuk memperkuat cengkeraman di sektor energi Afrika Tengah. Kesepakatan ini memberikan Rusia kendali 90% atas infrastruktur vital yang menghubungkan pelabuhan utama Congo dengan wilayah pedalaman, menciptakan jalur distribusi energi yang tahan sanksi di tengah tekanan Barat. Proyek ambisius ini tidak hanya memperkuat posisi Rusia sebagai mitra keamanan energi regional, tetapi juga memicu kritik keras dari masyarakat sipil Congo yang menilai pembagian keuntungan sangat timpang dan merugikan kedaulatan nasional.

Kesepakatan Strategis Rusia-Congo

Putin secara resmi mengesahkan pembangunan pipa Pointe-Noire-Loutete-Maloukou-Trechot melalui penandatanganan undang-undang federal pada hari Senin. Kesepakatan yang ditandatangani di Moskow pada September 2024 ini menciptakan joint venture antara perusahaan Rusia Zakneftegazstroy-Prometey dan Perusahaan Minyak Nasional Congo (SNPC). Struktur kepemilikan yang sangat tidak seimbang ini memberikan Rusia kontrol dominan atas 90% saham, sementara Congo hanya memperoleh 10%.

Menteri Wakil Energi Rusia Dmitry Islamov menegaskan bahwa implementasi kesepakatan ini akan memungkinkan Congo memastikan pasokan produk minyak yang tidak terputus dan stabil ke wilayah ibu kota. Proyek ini juga diharapkan dapat mengurangi biaya logistik dan menciptakan lapangan kerja tambahan di Congo. Bagi Rusia, kesepakatan ini berarti ekspansi ekspor teknologi tinggi, penciptaan jalur distribusi produk minyak yang tahan sanksi, dan memperoleh status sebagai mitra keamanan energi strategis regional.

Baca Juga :  KAI Bagikan Takjil Gratis H-10 Lebaran, Siapkan 34.400 Paket di 21 Stasiun

Pipa sepanjang sekitar 455 kilometer ini akan menghubungkan kota pelabuhan Pointe-Noire dengan Brazzaville, ibu kota Congo, serta melewati kota Loutete yang berjarak sekitar 155 kilometer dari Brazzaville. Kapasitas pipa diperkirakan mencapai 2,1 juta ton per tahun, mampu mengangkut bensin, diesel, dan bahan bakar jet. Konstruksi diproyeksikan memakan waktu tiga tahun dengan masa operasi 30 hingga 40 tahun.

Infrastruktur Pipa Minyak Congo Mengatasi Krisis Energi Afrika Tengah

Proyek pipa minyak ini dirancang khusus untuk mengatasi kelangkaan bahan bakar yang telah memicu keresahan publik di Congo. Situasi krisis energi di negara Afrika Tengah ini telah menyebabkan lonjakan harga dan meningkatnya ketidakpuasan masyarakat. Konstruksi jalur baru ini diharapkan dapat menyelesaikan masalah sosial-ekonomi penting dengan memfasilitasi transportasi efisien produk minyak dari Pointe-Noire, pelabuhan utama dan pusat ekonomi Congo, ke daerah pedalaman yang kekurangan bahan bakar.

Sistem operasi yang akan diterapkan menggunakan model Build-Own-Operate-Transfer (BOOT) dengan kontrak konsesi selama 25 tahun. Setelah periode tersebut, kepemilikan akan dialihkan kepada pemerintah Congo. Namun demikian, tarif transportasi yang dijamin selama masa konsesi memastikan profitabilitas dan penggunaan jangka panjang bagi pihak Rusia.

Baca Juga :  Jalan Kotta Blater Rusak Parah, Proyek Multiyears Tidak Merata, Kesannya di Anak Tirikan

Ekspansi Geopolitik Rusia di Afrika

Kesepakatan pipa minyak Congo merupakan bagian integral dari strategi ekspansi geopolitik Rusia yang lebih luas di benua Afrika, terutama di tengah tekanan sanksi Barat. Moskow telah menghapus utang Afrika senilai $23 miliar dan berkomitmen memberikan bantuan tambahan $90 juta. Target perdagangan Rusia dengan Afrika mencapai $15 miliar pada tahun 2025 menunjukkan keseriusan upaya penetrasi ekonomi.

Rusia telah memperkuat kemitraan di seluruh benua, dengan Afrika Selatan, Mesir, dan Ethiopia bergabung dengan BRICS, sementara Nigeria dan Uganda menjadi negara mitra tahun ini. Konsep Kebijakan Luar Negeri Rusia secara eksplisit menyatakan niatnya untuk “berkontribusi pada pengembangan lebih lanjut Afrika sebagai pusat pembangunan global yang otentik dan berpengaruh”.

Proyek pipa ini memposisikan Moskow untuk mengakses pasar di seluruh Afrika Tengah, termasuk Republik Demokratik Congo dan Republik Afrika Tengah. Bagi Rusia, ini berarti menciptakan jalur distribusi produk minyak yang tahan sanksi dan mengamankan status sebagai mitra keamanan energi strategis regional.

Struktur kepemilikan yang sangat timpang telah menuai kritik tajam dari masyarakat sipil Congo. Andrea Ngombet dari Kolektif Sassoufit menyebut kesepakatan ini sebagai “kapitulasi yang menyamar sebagai pembangunan,” dengan argumentasi bahwa kontribusi Congo seharusnya mendapat ekuitas yang jauh lebih besar. “Congo menyediakan tanah. Congo menyediakan tenaga kerja. Congo membuka gerbang ke pasar regional. Tetapi Congo tidak benar-benar berpartisipasi,” tulis Ngombet.

Baca Juga :  Nelayan Panarukan Dikeroyok 2 Orang Tak Dikenal

Berdasarkan ketentuan saat ini, Congo akan memperoleh sekitar $112,5 juta selama 25 tahun, sementara dengan pangsa yang lebih adil sebesar 45%, negara tersebut bisa meraup lebih dari $500 juta. Analisis ini menunjukkan betapa merugikannya kesepakatan bagi Congo dari perspektif ekonomi jangka panjang.

Pejabat Barat memandang kehadiran Rusia yang mengembang di Afrika dengan kekhawatiran, terutama di sektor strategis seperti energi. Posisi pipa ini memungkinkan Moskow mengakses pasar di seluruh Afrika Tengah, termasuk Republik Demokratik Congo dan Republik Afrika Tengah. “Bagi Rusia, ini berarti memperluas ekspor teknologi tinggi, menciptakan jalur distribusi produk minyak tambahan yang tahan sanksi, dan mengamankan status sebagai mitra keamanan energi strategis regional,” kata Islamov.

Ratifikasi kesepakatan pipa minyak Congo oleh Putin menandai tonggak penting dalam strategi ekspansi energi Rusia di Afrika Tengah. Meskipun proyek ini menjanjikan solusi untuk krisis energi Congo dan penciptaan lapangan kerja, struktur kepemilikan yang sangat timpang menimbulkan pertanyaan serius tentang keadilan dan kedaulatan ekonomi. Kesepakatan ini mencerminkan pola baru hubungan Rusia-Afrika yang menempatkan Moskow sebagai alternatif terhadap mitra tradisional Barat, namun dengan syarat yang tidak selalu menguntungkan negara-negara Afrika. Implementasi proyek ini akan menjadi ujian bagi kemampuan Congo menegosiasikan kepentingan nasionalnya dalam kerangka kemitraan strategis dengan kekuatan besar dunia.(UA/Red)

Bantu Ikuti Saluran : WhatsApp Kami

Dan Bantu Ikuti : Google News Kami

Related Post

 

×