Jemaah Naqsabandiyah Sudah Berlebaran Hari Ini: Tradisi, Makna, dan Sorotan Publik

Ricky R

March 29, 2025

4
Min Read
Jemaah Naqsabandiyah, Idul Fitri 2025, Tradisi Sufi, Hisab Munjid, Lebaran Hari Ini, Sumatera Barat, Takbiran

Sorotan Perayaan Jemaah Naqsabandiyah:

    • Salat Id di Surau Baru Padang diisi khutbah berbahasa Arab yang penuh makna.
    • Takbiran semalam jadi ajang silaturahmi antar-jemaah dan warga lokal.
    • Tradisi puasa 30 hari penuh tetap jadi ciri khas yang tak tergoyahkan.

Hisab Munjid: Alasan di Balik Lebaran Hari Ini Jemaah Naqsabandiyah

Jemaah Naqsabandiyah mendasarkan waktu ibadah mereka pada metode hisab Munjid, sebuah perhitungan berbasis almanak tahunan yang merujuk pada Kitab Munjid dan ajaran Abu Bakar Siddiq. Berbeda dengan rukyat (pengamatan hilal) yang digunakan pemerintah atau hisab hakiki wujudul hilal ala Muhammadiyah, metode ini mengandalkan proyeksi peredaran bulan yang telah ditetapkan sejak lama. “Kami menghitung dari Ramadan tahun lalu dan menyesuaikan dengan dalil syariat,” jelas Zahar, Imam Surau Baru, dalam wawancara sebelumnya.

Baca Juga :  India Serang Pakistan Memicu Ketegangan Baru di Asia Selatan

Tahun ini, mereka memulai puasa pada 27 Februari 2025, sehingga 29 Maret menjadi hari ke-30 Ramadan. “Puasa 30 hari adalah bentuk kesempurnaan ibadah bagi kami,” tambah Zahar. Tradisi ini sudah berlangsung lebih dari seabad, sejak Surau Baru didirikan pada 1910 oleh Syekh Muhammad Thaib, pendiri Naqsabandiyah di Padang.

Reaksi Publik dan Gema di Media Sosial

Perayaan Idul Fitri hari ini langsung menjadi perbincangan hangat di media sosial, khususnya di X. “Jemaah Naqsabandiyah sudah lebaran, konsistensinya luar biasa,” tulis seorang pengguna. Video takbiran semalam dari Surau Baru juga viral, dengan ratusan komentar yang memuji kekhusyukan acara tersebut. “Beda hari, tapi semangatnya sama,” ujar akun lain, mencerminkan apresiasi terhadap keberagaman.

Baca Juga :  Xabi Alonso Siap Memulai Era Baru Real Madrid di Piala Dunia Antarklub 2025

Namun, tak sedikit pula yang mempertanyakan metode mereka. “Kenapa harus beda sendiri? Kan bisa seragam dengan pemerintah,” tanya seorang warga Padang yang enggan disebut namanya. Menanggapi ini, Buya Syafri Malin Mudo, pimpinan Naqsabandiyah Sumatera Barat, menegaskan, “Kami tidak menyalahkan rukyat, tapi hisab ini warisan leluhur yang kami junjung.

Pandangan Publik:

    • Positif: Kekompakan dan kekhusyukan jadi nilai lebih.
    • Negatif: Perbedaan waktu ibadah masih jadi perdebatan.
    • Media lokal seperti iNews dan Viva.co.id meliput secara mendalam.
Bantu Ikuti Saluran : WhatsApp Kami

Dan Bantu Ikuti : Google News Kami

Related Post

 

×