BERITA – JAKARTA, 14 Juni 2025. Setiap tahun, Ponorogo, Jawa Timur, bergemuruh dengan semangat budaya lewat perayaan Grebeg Suro Ponorogo. Tradisi tahunan ini bukan sekadar pesta rakyat, tapi juga cerminan kearifan lokal yang kaya makna. Diadakan untuk menyambut tahun baru Islam, 1 Muharram atau 1 Suro dalam kalender Jawa, acara ini memadukan seni, spiritualitas, dan kebersamaan.
Tahun 2025, Grebeg Suro Ponorogo kembali digelar pada 17-26 Juni, menawarkan ragam acara yang memukau warga lokal hingga wisatawan mancanegara. Apa saja yang membuat perayaan ini begitu istimewa? Yuk, kita ulas!
Sejarah dan Makna Grebeg Suro Ponorogo
Grebeg Suro Ponorogo lahir pada 1980-an, berawal dari tradisi warok, seniman Reog, yang melakukan tirakatan di malam 1 Suro. Mereka berkeliling kota hingga ke alun-alun, menyatukan doa dan harapan. Bupati Ponorogo saat itu, Soebarkah Poetro Hadiwirjo, melihat potensi tradisi ini.
Ia mewadahi acara tersebut untuk melestarikan budaya, terutama seni Reog yang mulai pudar di kalangan pemuda. Kini, Grebeg Suro jadi ajang besar yang mengangkat identitas kota, sekaligus mendongkrak pariwisata dan ekonomi lokal.
Acara ini tak hanya soal perayaan, tapi juga penghormatan pada leluhur. Masyarakat Ponorogo percaya, Grebeg Suro adalah wujud syukur dan doa untuk keselamatan serta kesejahteraan. Nilai spiritualnya kuat, terlihat dari ritual seperti tirakatan, kenduri, dan larungan sesaji di Telaga Ngebel.
Nuansa budaya juga kental, dengan seni Reog sebagai bintang utama. Simbolisme dalam acara ini menggambarkan keberanian, pantang menyerah, dan kekuatan batin, sesuai filosofi Reog Ponorogo.
