
Lalu bagaimana dengan posisi Perempuan pada masa ini? Pada era digital ini, banyak orang memilih untuk menjadi aktivis digital. Masyarakat memilih berpartisipasi secara simbolis dalam isu sosial melalui tindakan minim usaha, seperti like, share, atau tanda tangan petisi online tanpa keterlibatan nyata (slacktivism). No viral no justice, begitu anggapan mereka.
Namun, partisipasi pasif ini hanya menciptakan ilusi partisipasi tanpa dampak konkret. Dampak terbaik yang bisa diberikan adalah mereka menyelesaikan permasalahan di bagian permukaan tanpa menyentuh akar. Selanjutnya Masyarakat akan merasa kelelahan emosional karena menganggap upaya pemberantasan kejahatan ini tidak membuahkan hasil. Kemudian meraka apatis dan menyerah.
Ruang tempur kartini muda untuk berjuang masih sangat terbuka lebar. Pendidikan yang telah mampu kita akses dengan mudah saatnya diaplikasikan secara kongkrit. Jangan sekali kali memilih menjadi Perempuan yang apatis terhadap lingkungan sosial dan abai terhadap persoalan kemanusiaan.
Masuk dalam ruang pemerintahan dan buat perubahan. Bertindaklah sebagai Ibu Bangsa yang menjaga nilai-nilai kemanusiaan dan kehidupan dengan keberanian, kecerdasan, dan hati yang tulus untuk membangun bangsa. Tidak hanya duduk di kursi jabatan tanpa membuat dampak.
Emansipasi bukan berarti menggantikan kedudukan Pria, namun melaksanakan tugas pembantuan. Berhenti menuntut kesamaan derajat untuk sekedar menunjukan eksintensi diri. Sebab Raden Adjeng Kartini tidak memperjuangkan Emansipasi Wanita untuk sekedar ajang pamer prestasi. Apalagi selfi yang misin orientasi.
Catatan Redaksi : Dr. Fina Rosalina, SH.,MH. Adalah Akademisi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jember, Ketua Posbakum Aisyiyah Jember, Divisi Hukum dan Advokasi ICMI Jember
Dapatkan Berita Terbaru: Saluran WA
Temukan Berita Terbaru: Google News