Bagaimana dengan sisi hukum? Rizky Hidayat, SH praktisi hak cipta sekaligus anggota Masyarakat Telematika Indonesia menegaskan bahwa menonton streaming publik yang tersedia di mesin pencari tidak menabrak UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, selama penonton tidak menggandakan atau mendistribusikan ulang konten tersebut. Kendati begitu, ia mengingatkan pentingnya berhati-hati terhadap materi sensitif seperti adegan kekerasan atau rekaman pribadi bocor. “Status pemutaran mungkin sah, namun menyebarluaskan ulang bisa berujung pidana,” tuturnya.
Perkara privasi juga patut diperhatikan. Yandex berbasis di yurisdiksi Rusia sehingga log server tunduk pada regulasi setempat. Pengguna dengan kekhawatiran ekstra dapat mengaktifkan mode penyamaran dan DNS-over-HTTPS agar jejak digital makin minim. Sementara itu, DuckDuckGo tidak menyimpan log identitas, meski host asli tetap melihat alamat IP pengguna karena tidak ada lapisan VPN di antaranya.
Dari sisi pengalaman sehari-hari, penonton yang kami wawancarai mengaku puas. Nina Larasati, seorang kreator konten teknologi di YouTube dengan 340 ribu subscriber, bercerita bahwa jumlah tayang videonya melonjak hampir dua puluh persen setelah ia membagikan tutorial singkat cara memakai Yandex ru bagi penggemar highlight konser. “Banyak subscriber remaja suka karena simpel. Mereka malas instal VPN,” ujarnya. Dimas Prakoso, peneliti keamanan digital di CISRT*ID, menambahkan bahwa risiko terbesar sebenarnya bukan soal hak cipta, melainkan pencurian data melalui iklan berbahaya di situs palsu yang menyamar sebagai Yandex. Ia menyarankan pengguna selalu memastikan domain resmi sebelum menekan tombol play.
Kesimpulannya, Yandex ru dan DuckDuckGo muncul sebagai jalan pintas sah bagi warganet Indonesia untuk menikmati video viral mancanegara tanpa drama instal VPN. Dengan mematuhi etika hak cipta, menyaring konten sensitif, dan menjaga privasi, penonton dapat mengejar tren dalam hitungan detik buffering free sekaligus bebas cemas.(UA/Red)