VIRAL – Sebuah fenomena baru dalam perayaan kelulusan sekolah menengah di Indonesia kembali menuai kontroversi di jagat maya. Beredar luas video yang memperlihatkan sekelompok siswa SMA merayakan kelulusan dengan berjoget di bawah guyuran air, diiringi musik keras dan bahkan penampilan DJ perempuan dengan kostum seragam sekolah yang dimodifikasi. Aksi tersebut, yang terekam di sejumlah lokasi berbeda, langsung viral dan memicu gelombang reaksi dari warganet serta sejumlah pihak terkait.
Salah satu kasus yang paling menyita perhatian terjadi di SMKN 1 Tejakula, Buleleng, Bali. Dalam video yang viral, tampak siswa-siswi mengenakan seragam sekolah versi modifikasi, berjoget mengikuti irama musik DJ perempuan yang tampil dengan pakaian seksi. Kepala sekolah mengakui bahwa acara tersebut merupakan inisiatif siswa dan bukan bagian dari program resmi sekolah. Ia juga menegaskan bahwa pihak sekolah hanya memberikan izin untuk kegiatan bermain bubuk warna, tanpa mengetahui detail konsep acara yang akhirnya menampilkan DJ dan joget massal.
Kejadian serupa juga terjadi di Kalimantan Selatan, di mana video perpisahan siswa SMA Negeri 1 Sungai Tabuk di sebuah kelab malam tersebar luas di media sosial. Pihak sekolah dan panitia mengaku aksi joget tersebut spontan dan tidak termasuk dalam rangkaian resmi acara. Namun, Dinas Pendidikan setempat tetap melayangkan surat teguran, dan Bupati Banjar menyayangkan pemilihan lokasi yang dinilai tidak mencerminkan nilai budaya daerah.
Tidak hanya di Bali dan Kalimantan, fenomena kelulusan dengan joget massal juga muncul di berbagai daerah lain, seperti Jember, Jawa Timur. Di sana, video kelulusan dengan aksi joget TikTok ramai diikuti siswa dan siswi, mengundang komentar pedas dari warganet yang menilai perayaan tersebut telah kehilangan esensi pendidikan dan lebih mengejar sensasi viral.
Fenomena ini menuai pro dan kontra di berbagai platform media sosial. Sebagian warganet menganggap aksi joget dan pesta kelulusan sebagai ekspresi kegembiraan yang wajar setelah melewati masa ujian dan tekanan akademik. Namun, banyak juga yang menilai aksi tersebut berlebihan, tidak mencerminkan nilai pendidikan, bahkan dianggap tidak pantas karena menampilkan gerakan sensual dan pakaian yang tidak sesuai norma sekolah.
Kritik tajam juga datang dari tokoh masyarakat dan anggota DPD RI, Arya Wedakarna, yang menyoroti acara kelulusan di Bali sebagai bentuk kemunduran moral dan hilangnya nilai-nilai pendidikan. Warganet lain menilai, tren kelulusan yang berubah menjadi ajang pamer konten joget demi viralitas di media sosial justru mencederai makna kelulusan sebagai simbol keberhasilan akademik dan proses pendewasaan.
Pihak sekolah, panitia, hingga talent DJ yang tampil dalam acara kelulusan telah menyampaikan permohonan maaf atas viralnya video tersebut. Mereka menegaskan bahwa acara berlangsung tertib, tanpa unsur pornografi, dan murni sebagai hiburan kelulusan. Namun, mereka juga mengakui adanya kekeliruan dalam pemilihan konsep dan penampilan yang akhirnya menimbulkan kontroversi.
Dinas Pendidikan di sejumlah daerah mengingatkan sekolah untuk lebih selektif dalam memberikan izin acara, serta menekankan pentingnya menjaga nilai-nilai pendidikan dan budaya lokal dalam setiap kegiatan siswa.
Fenomena ini menjadi anomali sekaligus tamparan bagi dunia pendidikan di era digital. Di satu sisi, perayaan kelulusan memang layak diisi kegembiraan dan ekspresi kebebasan. Namun, di sisi lain, pergeseran nilai yang terlalu menekankan popularitas dan sensasi di media sosial patut menjadi perhatian bersama. Sekolah sebagai lembaga pendidikan diharapkan mampu membimbing siswa agar tetap menjunjung tinggi etika, moral, dan nilai budaya dalam setiap perayaan penting dalam hidup mereka.(*/Red)