
JEMBER, Pelitaonline.co – Advokat dan praktisi hukum Ihya Ulumiddin soroti dugaan praktik penjualan pupuk bersubsidi di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) di Kecamatan Puger Kabupaten Jember. Diketahui, harga Ponska Rp125.000 rupiah per sak (50 Kg) dan Pupuk Urea dijual sama Rp 125.000 rupiah.
Menurutnya, tindakan itu tidak hanya melanggar aturan Pemerintah tetapi juga sebab berpotensi membawa konsekuensi pidana bagi pelaku. Kata Udik, Penjualan pupuk bersubsidi di atas HET jelas melanggar hukum.
“Pupuk subsidi adalah barang yang diatur penuh oleh negara, dan memastikan ketersediaannya bagi petani sesuai dengan harga yang terjangkau. Setiap pelanggaran terhadap aturan tersebut, jelas dapat dikenakan sanksi pidana,” ujarnya, Minggu. (19/1/2025).
Pelanggaran itu lanjut Udik, melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 8 ayat (1) huruf a, melarang pelaku usaha memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan, termasuk HET pupuk bersubsidi.
“Pelanggaran terhadap pasal ini diancam pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda hingga Rp. 2 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 62 ayat (1),” kata Udik.
Lebih lanjut Udik menerangkan, perihal itu juga melanggar Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan yang mewajibkan pelaku usaha untuk memperdagangkan barang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Pelanggaran ini juga dapat dijerat dengan Pasal 106 dengan ancaman pidana penjara maksimal 4 tahun atau denda hingga Rp10 miliar. Sedangkan Praktik menjual pupuk subsidi di atas HET, Bahkan menyelisihi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan,” terangnya.
Penjualan diatas HET seperti di Puger ini, juga melanggar Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) yang mengatur tata kelola pupuk bersubsidi dan Permentan Nomor 10 Tahun 2022 yang dengan tegas menetapkan HET yang wajib dipatuhi oleh Distributor dan Kios Resmi.
Udik pun dengan tegas mengatakan, perjanjian yang bertentangan dengan hukum, jelas tidak memiliki kekuatan hukum. Hal ini diatur pada Pasal 1335 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
“Kesepakatan menaikkan harga Pupuk Bersubsidi di atas HET jelas bertentangan dengan kebijakan pemerintah, bahkan sangat berpotensi merugikan petani. Jelas ini adalah tindakan yang melawan hukum, bahkan bisa juga di kategorikan sebagai tindak pidana Kartel, dan Kartel dilarang oleh semua Negara,” bebernya.
Dan anggota paguyuban yang menyetujui kesepakatan ilegal dapat dianggap turut serta dalam tindak pidana. Hal ini, mengacu pada Pasal 55 KUHP yang menyatakan bahwa. Siapapun yang menyuruh melakukan, atau bahkan turut serta melakukan perbuatan pidana, dapat dipidana sebagai pelaku.
“Penting bagi para pelaku usaha, agar memahami risiko hukum, Pemerintah memiliki mekanisme pengawasan ketat terhadap distribusi pupuk bersubsidi, dan pelanggaran serius seperti ini dapat berujung pada tindakan hukum,” jelasnya.
Oleh karena itu Udik mengimbau agar para pelaku usaha, terutama distributor dan kios resmi supaya mematuhi regulasi Pemerintah, apalagi terkait distribusi pupuk bersubsidi. Hal ini penting supaya menjaga keberlanjutan sektor pertanian juga mencegah kerugian lebih besar petani.
“Kepatuhan pada aturan tidak hanya melindungi petani, juga menjaga integritas sistem distribusi pupuk bersubsidi yang sudah di rancang untuk mendukung Program Ketahanan Pangan Nasional,” tutupnya.
Pewarta : Zainal. A
Editor : Wahyudiono
Dapatkan Berita Terbaru: Saluran WA
Temukan Berita Terbaru: Google News