“Ketua DPC APDESI Jember Kamil, Meminta Kepala Dinkes Jember bertanggung jawab”
JEMBER, Pelitaonline.co โKejadian Holila warga Dusun Krajan, Desa Jambesari yang melahirkan di pinggir jalan, tak jauh dari Kantor Desa Kaliglagah, Kecamatan Sumberbaru, dinilai merupakan potret lemahnya aksesibilitas pelayanan kesehatan di Kabupaten Jember.
Hal tersebut di katakan Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Jember Kamiludin, Rabu (20/12/2023). Ia mengatakan, selama ini para kades merasa resah, karena aksesibilitas pelayanan kesehatan lemah.
Menurutnya, peristiwa ibu melahirkan di luar fasilitas kesehatan tersebut menguatkan kegelisahan para kades. Terlebih, ada kasus bidan swasta yang tidak berani menolong dengan alasan takut disalahkan oleh puskesmas setempat.
โMenurut saya ini sudah bahaya. Harusnya urusan kemanusiaan didahulukan. Jika puskesmas sudah menyalahkan bidan yang ingin memberikan pertolongan, ini menandakan manajemen pelayanan kesehatan di Jember sangat lemah,โ ujarnya,
Kamil menyebut, kondisi ini tak boleh dibiarkan berlarut-larut. Sebab, urusan kesehatan, apalagi yang mengancam jiwa, harus didahulukan. Urusan administrasi selayaknya dinomorduakan. Dia pun meminta Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Jember bertanggung jawab atas insiden itu.
โInsyaallah, besok kami akan Hearing dengan DPRD Jember untuk menyelesaikan masalah kesehatan yang ditemukan di lapangan,โ ucapnya.
Berdasarkan surat pemberitahuan yang dilayangkan, Apdesi Jember akan membawa 50 Kepala Desa (Kades) dalam Hearing tersebut.
Apa yang disampaikan Kamil ini dinilai tidak berlebihan.
Sebab, peristiwa ibu melahirkan di pinggir jalan, memang menyisakan pertanyaan. Kenapa tidak menggunakan ambulans desa dan memilih mengendarai motor bebek. Padahal, kondisi sang ibu sudah darurat.
Nurul Yakin, suami Holifa, perempuan keluarga miskin yang melahirkan di pinggir jalan warga Dusun Krajan, Desa Jambesari, mengaku tak mengakses ambulans desa karena memang tidak tahu caranya. Apalagi, saat istrinya sakit perut tanda akan melahirkan, waktunya telah larut. Mendekati pukul 03.00 dini hari.
โSaya sudah tidak kepikiran. Jadi langsung saya bonceng pakai motor,โ ucap lelaki pekerja serabutan ini, saat ditemui di rumahnya sekitar pukul 12.30.
Sementara itu, Kepala Desa Jambesari Marsuto dikonfirmasi dikantornya mengatakan, setelah pergantian bupati, kebijakan penggunaan ambulans desa berubah. Di era sebelumnya, kepala desa memiliki wewenang mengomando sopir ambulans.
Ketika ada warga yang sakit, terlebih kondisi darurat, kepala desa dapat memerintahnya. Namun kini, kondisinya tak sama lagi. Penggunaan ambulans desa harus seizin kepala puskesmas.
โSaya sebenarnya sempat menyampaikan hal ini. Kalau memang penggunaan harus mendapat izin kepala puskesmas, harusnya jangan dikasih nama ambulans desa, tapi Ambulans Puskesmas,โ sindirnya.
Bukan hanya itu, keberadaan ambulans desa Pun tidak lagi di kantor desa, melainkan di rumah sopir ambulans yang juga warga setempat. Ketika kondisi darurat, Marsutoย mengaku enggan mengakses ambulans karena prosedur perizinan yang dinilai birokratis.
“Karena ribet kami memilih menggunakan kendaraan pribadi untuk mengantar warga ke rumah sakit,” kata Marsuto.

Diketahui, di Desa Jambesari juga berdiri puskesmas pembantu (pustu) yang berdiri di samping kantor desa. Hanya saja, fasilitas kesehatan itu terkesan mangkrak. Banyak rumput liar tumbuh subur di halaman. Teras depan penuh debu, seperti jarang terpakai. Padahal, pustu yang juga berfungsi sebagai pondok bersalin tersebut bangunannya tergolong masih baru.
โTidak ada tenaga kesehatannya. Ada bidan desa, tapi tidak tinggal di rumah dinas yang ada. Padahal, di dalamnya ada kamar perawatan,โ ungkapnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinkes Jember dr Hendro Soelistijono menepis tudingan itu. Menurutnya, pada kondisi darurat, ambulans desa bisa digunakan tanpa izin kepala puskesmas. Kebijakan perizinan ini, kata dia, demi menghindari penyalahgunaan armada. Karena biaya operasional yang digunakan diambilkan dari anggaran APBD.
โKalau hanya sakit gatal-gatal, masak menggunakan ambulans desa. Jadi perizinan tersebut untuk menghindari hal-hal yang demikian,โ elaknya.
Mantan Direktur RSD dr Soebandi ini juga mengaku, pihaknya telah mensosialisasikan itu kepada para sopir ambulans desa, termasuk kepada jajaran pemerintah yang ada di tingkat kecamatan dan desa.
Menurutnya, ketika kondisinya memang darurat, maka sopir ambulans dapat mengantarkan pasien tanpa persetujuan kepala puskesmas. โTapi, pasien tersebut harus dibawa ke puskesmas, tidak boleh ke klinik swasta,โ paparnya.
Hendro juga merespons adanya bidan yang menolak menolong ibu itu lantaran takut disalahkan puskesmas. Kata dia, puskesmas sebenarnya hanya mengingatkan kepada bidan yang dimaksud agar tidak membuka praktik mandiri lantaran tidak memiliki izin.
“Namun pada kondisi darurat, harusnya bidan itu bersedia membantu.” Tandasnya. (Yud)