Iklan Floating Google AdSense (Diperbaiki)
×

Mendag Lutfi : RCEP Solusi Perekonomian Dunia Yang Dilanda Inflasi

Mendag Muhammad Lutfi menjadi pembicara pada diskusi panel yang disponsori Channel News Asia (CNA) dari Singapura dengan tema ” Regional Comprehensive Economic Partnership” (dok : Humas Kemendag)

DAVOS, Pelitaonline.co – Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) benar-benar bisa menjadi solusi nyata bagi perekonomian dunia yang dilanda inflasi tinggi saat ini. Demikian dikatakan Menteri Perdagangan Muhammad  Lutfi dalam diskusi yang disponsori Channel News Asia (CNA) dari Singapura.

Selain itu, dalam Diskusi yang bertemakan “The  Biggest Trade Deal in  the  World”, Mendag Lutfi menyebut, tingginya Inflasi tersebut diakibatkan karena oleh hambatan perdagangan dunia yang proteksionisme dan perang dagang, serta  tidak  berfungsinya Organisasi Perdagangan Dunia  (WTO) sebagaimana mestinya.

“Ketika negara-negara yang sudah maju  menerapkan standar ganda, WTO justru tidak berkutik,” tegas Lutfi yang cukup mengejutkan  panelis lainnya, Jum’at (27/5/2022).

Mendag  Lutfi  menerangkan, justru tingginya harga komoditas dunia saat ini adalah peluang bagi para petani di negara-negara berkembang besar seperti Indonesia, India, Brasil dan Tiongkok untuk menikmati keuntungan lebih.   Ini ekuilibrium baru dalam perdagangan  komoditas  pangan  dunia.

“Jangan dirusak dengan menyalahkan salah  satu negara misalnya Tiongkok karena posisi  dagang yang kurang menguntungkan. Bahaya  kalau beberapa negara maju berkelompok untuk membenarkan standar ganda,” jelas Luthfi.

Standar ganda yang dimaksudkan kata Mendag Lutfi adalah megara-negara  yang sudah maju menyalahkan dan mengganggu perdagangan  bebas dunia, ketika mereka kurang diuntungkan posisi dagangnya terhadap suatu negara tertentu, misalnya Tiongkok.

“Padahal, dahulu ketika posisi dagang mereka diuntungkan sehingga petani di Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang makmur, semua negara berkembang dipaksa membuka pasar mereka. Harus ada kebersamaan dan kesetaraan  kesempatan dalam perdagangan bebas  dunia,” katanya.

Mendag Lutfi sempat berdebat cukup tegang  dengan panelis lainnya yaitu CEO suntory  Holdings, salah satu produsen makanan dan  minuman terbesar di dunia asal Jepang,  Tak  Minami.  Sang CEO menyatakan pesimis dengan situasi perdagangan dunia saat ini, khususnya.

“Karena Tiongkok yang saat ini  menutup pasarnya karena kebijakan, Zero-Covid yang  diterapkan Presiden China Xi Jin Ping. Sehingga Tiongkok, menurutnya, perlu dibatasi perannya dalam perdagangan dunia.” ungkap Minami.

Pandangan tersebut, sangat disayangkan oleh Mendag, mengingat Jepang sudah merasakan menjadi negara maju. Menurut  Mendag  Lutfi,dunia  harus  mengakui  fakta  bahwa  ketika Tiongkok mulai  mendominasi perdagangan  dunia, dampak  positifnya  dapat  dirasakan  seluruh  masyarakat  dunia  dengan  harga barang-barang yang semakin terjangkau.

“Kami  di  Indonesia  sangat  merasakan  betul  manfaatnya.  Apalagi Tiongkok Juga menjadi sumber utama transfer  teknologi bagi negara-negara berkembang saat ini,” tegas Mendag Lutfi menjelaskan.

Padahal, lanjut Mendag Lutfi, Tiongkok baru bergabung dengan WTO di tahun 2001. Tapi manfaatnya jauh  lebih  terasa  dibandingkan  empat  puluh  tahun  lebih sejak perdagangan  dunia  didominasi  oleh kapitalisme Barat.

“Biarkan  harga  pangan  tinggi  saat  ini  menjadi sinyal agar  petani  dan  peternak  di  negara-negara berkembang   termasuk   Indonesia   meningkatkan   produksi,sehingga   nantinya   harga   akan   turun dengan sendirinya karena pasokan melimpah,”tegas Mendag Lutfi.

RCEP Peluang dan Katalis

Mendag  Lutfi  mengatakan,“RCEP  berpotensi  memperbaiki  tata  niaga  perdagangan  dunia.  Dari yang sebelumnya   berbasis   akumulasi   dan   konsentrasi   kemakmuran,   menuju   tata   niaga   baru   yang  meratakan kemakmuran dan menciptakan kesejahteraan bersama.

”Bila dievaluasi secara jujur, kondisi tersebut adalah akibat dari kompetisi atau persaingan bebas yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi makro. Oleh  karena  itulah  tata  niaga  dunia  yang  baru  harus  berbasis  kolaborasi  yang  bermanfaat  tanpa adanya  diskriminasi  atau  bersifat  inklusif.  Bila  seluruh  dunia  sibuk  berkolaborasi  maka  tidak  ada ruang untuk kompetisi yang sering kali berujung kepada konflik antarnegara,”tegas Mendag Lutfi.

RCEP  sebagai  perjanjian  perdagangan  bebas  terbesar  di  dunia  diikuti  oleh  kesepuluh negara  ASEAN ditambah  Australia,  Selandia  Baru,  Tiongkok,  Jepang,  dan  Korea  Selatan. RCEP adalah  kerjasama perekonomian  pertama  di  dunia yang  memiliki  Tiongkok,  Jepang, dan  Korea  Selatan  sama-sama menjadi anggota.

“Perdagangan bebas tidak harus berdasarkan persaingan bebas. Melainkan bisa juga dicapai melalui kolaborasi  yang  non-diskriminatif  atau  inklusif.  Sudah  ada  bukti  keberhasilannya  yaitu  ASEAN,”tegas Mendag Lutfi.

Model  komunitas  ekonomi  bersama  yang  inklusif  dan  kolaboratif  sudah  dibuktikan  keberhasilannya  oleh  ASEAN  yang  saat  ini  merupakan  perekonomian  terbesar  kelima  di  dunia  dengan  total produk domestik  bruto(PDB)mencapai  USD3,3  triliun  dan  total  populasi  masyarakatnya  630  juta  orang. Padahal kesepuluh negara  ASEAN  memiliki  latar  belakang,  bentuk  pemerintahan,  bahkan  sistem perekonomian yang sangat beragam.

“Di  belahan  dunia  lain  justru  menciptakan  pertentangan  bahkan  perang  dingin,  di  ASEAN  kami merajutnya  menjadi  persatuan,  kesejahteraan  bersama,  dan  kolaborasi  untuk  berperan  lebih  bagi perekonomian dunia,” tambah Mendag Lutfi.

Sepuluh negara  ASEAN terdiri atas satu  kerajaan  (absolute monarchy), dua  pemerintahan  junta militer, dua negara komunis, dan lima demokrasi dengan rasa lokal yang kuat.

“Lewat  RCEP, kami  berharap  struktur  dan  model  ASEAN  yang  terbukti  relevan  dan  berhasil  akan menjadi contoh yang diadopsi oleh banyak negara di seluruh dunia,”  tegas Mendag Lutfi. (Yud/Rilis Kemendag)

Dapatkan Berita Terbaru: Saluran WA

Temukan Berita Terbaru: Google News

Berita Serupa