JEMBER, Pelitaonline.co – Pembangunan Pabrik Pupuk organik yang rencananya akan di bangun di Kecamatan Wuluhan dan Silo, sepertinya gagal terealisasi tahun ini.
Hal itu diakibatkan karena Dinas Pangan Holtikultura dan Perkebunan (DTPHP) Jember salah memasukan kode rekening. Biaya Pembangunan pabrik sebesar 4 Miliar bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2022..
“Masuk ke dalam jenis pos belanja jasa Konsultan. Padahal, seharusnya pembangunan pabrik pupuk memakai belanja modal. Itu yang sedang kami perbaiki supaya benar kode rekeningnya,” ujar Kepala Dinas DTPHP Jember Imam Sudarmaji , Rabu (25 /5/ /2022.
Menurutnya, dampak dari kekeliruan itu, pembangunan Pabrik ini tidak bisa dilakukan dengan anggaran yang sudah ada. Sehingga program tersebut tergantung revisi kode rekening dalam pembahasan Perubahan APBD 2022 nanti.
Meskipun pembangunan pabrik pupuk tertunda, jika pembahasan Perubahan APBD berlangsung lancar, Imam mengaku akan berusaha menyempurnakan program ini dari rencana semula.
“Rencana awal dua pabrik. Setelah dikaji lagi, kita mau bangun satu pabrik dulu. Lokasi pabrik di Kecamatan Wuluhan untuk mendekatkan dengan sumber bahan baku,” paparnya.
Menanggapi hal ini, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jember David Handoko Seto menilai kegagalan pembangunan pupuk organik tersebut, sepertinya kinerja Organisasi Perangkat Daerah (OPD) perlu dievaluasi.
“Ini perlu ada penyegaran, kalau dari kemarin masih ada kesalahan yang sama, masih ada kesalahan memasukan SIPD, berarti OPD-OPD ini tidak mau belajar, berarti,” tegasnya.
Sekretaris Komisi B ini juga akan mengevaluasi rencana pembangunan pabrik Pupuk di Perubahan APBD, guna meninjau kelayakan program untuk kepentingan masyarakat.
“Walaupun itu adalah program bupati, tetapi sampai hari ini belum pernah ada kajian yang dipaparkan kepada DPRD, bagaimana pembangunan pabrik pupuk organik ini,” Kata David
David juga menilai bahwa sebenarnya Pabrik pupuk organik tidak begitu dibutuhkan oleh masyarakat Jember. Mengingat di daerah lain sudah banyak yang memproduksinya, dengan legalitas jelas, itupun kurang diminati oleh petani.
“Kalau untuk mengembalikan struktur tanah, sudah banyak produk pupuk organik diluar sana yang memiliki kualitas bagus dan punya legalitas. Dari pada kita bangun kayak gini, belum tentu juga dimanfaatkan dengan baik,” terangnya.
Legislator asal partai Nasdem ini menilai para petani di Jember pun, sudah menggunakan pupuk organik, meskipun dengan cara konvensional yakni dengan menebarkan kotoran ternak di sawah-sawah mereka.
“Baik itu ternak kambing maupun sapi yang bisa dikelola untuk pupuk organik. Karena tidak terakomodir, kesannya petani tidak menggunakan pupuk organik, padahal banyak. Jadi jika anggaran untuk pabrik pupuk tidak bisa diserap saat ini, ya kita evaluasi di P-APBD apakah masih layak atau tidak,” urai David.
Sementara Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA ) Jawa Timur Sumambrah menilai masalah pupuk tetap menjadi persoalan terdepan yang membelit aktifis pangan. Akibat pola distribusi yang kacau khususnya pupuk subsidi dan banyak terjadi penyimpangan.
“Pemerintah seharusnya ambil keputusan tegas apakah subsidi dihapus? Tetapi, pemerintah harus menjamin harga pasca panen yang stabil untuk memberi keuntungan kepada petani,” urainya.
Oleh karena itu, Sumambrah meyakini, jika pemerintah masih pemberlakuan pupuk subsidi ,tanpa dibarengi keseriusan menertibkan rantai distribusi, hal justru akan kembali merugikan petani.
“Terlebih lagi, ketika alokasi pupuk subsidi terus dikurangi mengakibatkan potensi penyimpangan kian besar,” tegasnya
Sekedar informasi, Stok pupuk subsidi di Jember tahun sekarang tercatat 12.879 ton Urea, 3.384 ton ZA, 736 ton SP, 5.734 ton Phonska dan 1.893 ton Petroganik. (Awi/Yud)