
Kisah viral jenazah digotong ini bukan sekadar soal video yang menyebar cepat. Ada beberapa alasan mengapa peristiwa ini begitu mengguncang:
Camat Tapung Hulu, Wira Sastra, membenarkan kejadian ini. Ia menyebut ambulans akhirnya tiba, tetapi sudah terlambat karena jenazah sudah sampai di rumah duka. Wira juga menambahkan bahwa pihak kecamatan masih menunggu laporan lengkap dari perangkat desa terkait ketersediaan ambulans. Namun, penjelasan ini tidak meredam kekecewaan warganet. Banyak yang mempertanyakan penggunaan dana desa dan kesiapan fasilitas kesehatan di wilayah tersebut.
Video viral jenazah digotong ini memicu diskusi panas di berbagai platform. Di X, misalnya, sejumlah akun seperti @garudatvnews dan @Alonesiacom ikut membagikan kabar ini, memperluas jangkauan cerita. Warganet ramai-ramai menyuarakan keresahan mereka. “Masa begini nasib warga kalau darurat?” tulis salah satu komentar. Ada pula yang menyinggung transparansi dana desa, menduga adanya ketidakpatutan dalam pengelolaan anggaran.
Selain itu, kejadian ini juga mengingatkan publik pada kasus serupa di daerah lain. Misalnya, pada April 2025, warga Desa Wates, Ponorogo, viral karena menggotong jenazah menyeberangi sungai akibat akses jalan yang dilarang dilewati. Di Lombok Tengah, jenazah seorang anak juga digotong sejauh tiga kilometer karena jalan rusak yang tidak bisa dilalui ambulans. Pola ini menunjukkan masalah sistemik: kurangnya infrastruktur dan fasilitas kesehatan di daerah terpencil.
Kejadian viral jenazah digotong di Sinamanenek menjadi panggilan untuk perubahan. Ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk mencegah kejadian serupa terulang:
Dapatkan Berita Terbaru: Saluran WA
Temukan Berita Terbaru: Google News