VIRAL – Jagat maya kembali dihebohkan dengan viralnya dua nama, Devita Tengger dan Calla Pramuka, yang dikaitkan dengan beredarnya video berkonten tak pantas di berbagai platform media sosial seperti TikTok, X (Twitter), dan Telegram. Fenomena ini memicu gelombang pencarian tautan video oleh warganet, namun para ahli siber dan penegak hukum memperingatkan bahaya besar di balik perburuan tersebut.
Siapa Devita Tengger dan Calla Pramuka?
Nama Devita Tengger mendadak trending setelah video berdurasi hampir dua menit yang menampilkan sosok perempuan dengan nama tersebut tersebar luas. Hingga kini, belum ada konfirmasi resmi mengenai identitas asli Devita Tengger.
Sementara itu, kasus Calla Pramuka juga menjadi sorotan sejak beberapa waktu lalu. Nama “Calla Pramuka” diduga hanyalah julukan yang diberikan warganet, dengan spekulasi bahwa nama aslinya adalah Cella atau Chela. Beberapa sumber menyebut ia masih berstatus pelajar SMP, namun informasi ini belum dapat dipastikan.
Video yang dikaitkan dengan kedua nama tersebut diduga merupakan rekaman privat yang bocor ke publik. Dalam kasus Calla Pramuka, penyebaran video diduga dilakukan oleh mantan kekasih atau kenalan online sebagai bentuk balas dendam. Konten yang menampilkan seragam pramuka dalam konteks negatif juga menuai kecaman karena dinilai merusak citra organisasi pendidikan.
Ramainya pencarian tautan video asli oleh warganet dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab. Banyak tautan yang beredar di TikTok, Telegram, dan X ternyata merupakan scam, phishing, atau mengandung malware yang dapat mencuri data pribadi pengguna.
Pakar keamanan siber menegaskan, mengakses atau menyebarkan video bermuatan kesusilaan tanpa izin merupakan pelanggaran hukum sesuai dengan UU ITE, dengan ancaman hukuman penjara hingga 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar.
Penyebaran video privat seperti ini tidak hanya berdampak pada reputasi korban, tetapi juga berpotensi menimbulkan trauma dan tekanan psikologis yang berat. Kasus serupa sebelumnya, seperti yang menimpa “Bu Guru Salsa Jember”, menunjukkan bahwa korban kerap mengalami stigmatisasi sosial yang berkepanjangan.
Pihak berwenang dan pakar keamanan digital mengimbau masyarakat untuk tidak tergoda mengakses atau menyebarkan tautan video yang tidak jelas sumbernya. Selain berisiko menjadi korban kejahatan digital, tindakan tersebut juga melanggar hukum dan etika bermedia sosial.
Kasus Devita Tengger dan Calla Pramuka menjadi pengingat pentingnya menjaga privasi dan meningkatkan literasi digital di era media sosial yang serba cepat dan terbuka.
Jangan klik tautan mencurigakan dan jangan ikut menyebarkan konten ilegal. Hormati privasi dan lindungi diri dari risiko kejahatan digital.(*/Red)