
Tren ini meledak karena beberapa alasan. Berikut poin-poinnya:
Menurut laporan Hootsuite (2025), TikTok punya 1,5 miliar pengguna aktif global, dengan Indonesia sebagai salah satu pasar terbesar. Tren kesenjangan sosial ini sukses karena menangkap perasaan audiens lokal yang sensitif terhadap isu ekonomi.
Di balik tawa, tren kesenjangan sosial ini punya pesan mendalam. Video-video ini secara tak langsung mengkritik ketimpangan ekonomi. Misalnya, ada konten yang menyoroti harga makanan di kafe fancy versus warung. Ini bikin penonton sadar betapa besar jurang antara si kaya dan si miskin.
Riset dari Oxfam (2024) menyebut 1% orang terkaya di Indonesia menguasai hampir separuh kekayaan nasional. Data ini memperkuat narasi di TikTok: kesenjangan sosial bukan cuma angka, tapi realitas yang dirasakan banyak orang. Konten ini juga memicu diskusi di kolom komentar, di mana pengguna berbagi pengalaman pribadi, dari sulitnya bayar SPP sampai mimpi liburan yang cuma angan.
Namun, tren ini juga punya sisi lain. Ada yang bilang, konten ini kadang terlalu menyederhanakan masalah. Kesenjangan sosial bukan cuma soal beda gaya hidup, tapi juga akses ke pendidikan, kesehatan, dan peluang kerja. Meski begitu, fakta bahwa isu ini dibahas di platform sebesar TikTok menunjukkan anak muda peduli pada ketimpangan.
Beberapa format video dalam tren kesenjangan sosial yang lagi hits di 2025:
Video-video ini biasanya pakai hashtag #KesenjanganSosial atau #BedaKelas, yang sudah ditonton jutaan kali. Akun seperti @satirreceh dan @indohumor di TikTok jadi pelopor konten ini di Indonesia.
Dapatkan Berita Terbaru: Saluran WA
Temukan Berita Terbaru: Google News