Pengamat politik Selamat Ginting menilai bahwa UU ini membuka ruang bagi militer aktif untuk menduduki jabatan sipil, termasuk di Kejaksaan Agung. Namun, koalisi masyarakat sipil menegaskan bahwa revisi UU TNI hanya mengatur peran TNI di Jampidmil, bukan pengamanan umum Kejati dan Kejari.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memilih irit bicara soal isu ini, hanya menyebut sinergi TNI-Polri semakin solid. Sikap ini dinilai sebagian pihak sebagai upaya menghindari konflik antarlembaga. Sementara itu, pengamat politik Wildan Hakim menyarankan agar kebijakan ini dibatalkan untuk meredam polemik, kecuali ada alasan kegentingan yang jelas, seperti ancaman terhadap kejaksaan sebagai objek vital nasional.
Langkah DPR dan Harapan Masyarakat
DPR, melalui Komisi I, berjanji untuk mengawasi pelaksanaan kebijakan ini. Anggota Komisi I dari Partai Golkar, Dave Laksono, menyatakan bahwa kebijakan ini harus sesuai regulasi dan kepentingan nasional. Ia menekankan pentingnya transparansi agar publik tidak salah persepsi. Sementara itu, beberapa warganet di X berharap pengerahan TNI terkait penegakan hukum besar, seperti pemberantasan korupsi atau judi online, meski belum ada konfirmasi resmi soal ini.
Ke depan, kebijakan “TNI jaga kejaksaan” perlu dijelaskan secara transparan untuk menghindari spekulasi. Jika memang bertujuan mendukung penegakan hukum, pemerintah harus memastikan bahwa tugas TNI tidak melampaui batas wewenangnya. Sinergi antarlembaga memang penting, tetapi supremasi sipil dan independensi penegakan hukum harus tetap dijaga.