
Komisi III DPR menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) pada 21 April 2025, memanggil OCI, kuasa hukum korban, mantan pemain sirkus, dan Dirreskrimum Polda Jawa Barat. Wakil Ketua Komisi III, Ahmad Sahroni, menyoroti pentingnya mengusut kasus ini, yang telah berlangsung selama 28 tahun. Ia menyebut kasus eksploitasi pemain sirkus sebagai tamparan, terutama karena terjadi di destinasi wisata keluarga seperti Taman Safari.
Dalam rapat, Jansen Manansang, pemilik OCI dan TSI, membantah tuduhan eksploitasi. Ia mengklaim pemberitaan di media tidak sepenuhnya benar dan merugikan ribuan karyawan TSI. Sahroni mencatat bahwa OCI mengaku telah memberikan perawatan kepada korban, seperti Hilda, yang menerima biaya pengobatan Rp36 juta setelah kecelakaan. Namun, korban tetap menuntut keadilan, meskipun Sahroni menyebut kasus ini sulit dilanjutkan karena sudah kadaluarsa secara hukum.
Berikut adalah beberapa fakta penting terkait kasus ini berdasarkan laporan media dan pernyataan resmi:
Taman Safari Indonesia, yang didirikan oleh keluarga Manansang, berulang kali membantah keterlibatan dalam eksploitasi pemain sirkus. Komisaris TSI, Tony Sumampauw, menegaskan bahwa OCI dan TSI adalah dua badan hukum berbeda. Ia juga mempertanyakan bukti kekerasan dan menyebut tuduhan sebagai fitnah. Namun, hubungan keluarga antara pendiri OCI (Hadi Manansang) dan TSI membuat publik sulit memisahkan keduanya.
Media sosial menjadi ajang perdebatan sengit. Banyak netizen menyerukan boikot Taman Safari, sementara TSI menyebut seruan ini salah sasaran. Dalam siaran pers pada 18 April 2025, TSI meminta masyarakat bersikap bijak dan tidak terpancing informasi tanpa bukti. Meski demikian, reputasi Taman Safari sebagai destinasi wisata keluarga terkena imbas signifikan.
Kementerian HAM, bersama Komnas HAM dan Kementerian PPPA, berkoordinasi untuk mengusut kasus ini. Mugiyanto menegaskan bahwa pemulihan mental korban menjadi prioritas untuk mencegah kasus serupa berulang. Kuasa hukum korban, Muhammad Sholeh, mendorong pembentukan tim pencari fakta lintas sektoral untuk mengungkap kebenaran.
Korban, seperti Fifi dan Butet, berharap keadilan atas penderitaan mereka. Mereka ingin pelaku bertanggung jawab dan meminta Taman Safari ditutup karena dianggap dibangun dari eksploitasi. Namun, dengan status kadaluarsa hukum, harapan mereka kini bergantung pada tekanan publik dan langkah non-hukum, seperti kompensasi atau permintaan maaf resmi.
Dapatkan Berita Terbaru: Saluran WA
Temukan Berita Terbaru: Google News