Iklan Floating Google AdSense (Diperbaiki)
×

Wali Kota Depok Cermati Ide Pembinaan Karakter Anak ala Militer

Berita Terkini – Kenakalan remaja jadi perhatian serius di banyak kota, termasuk Depok. Baru-baru ini, Wali Kota Depok, Supian Suri, mengungkapkan rencana untuk mengkaji pembinaan karakter anak ala militer sebagai solusi menangani anak-anak bermasalah.

Wacana ini mencuri perhatian karena mengadopsi pendekatan yang terbilang unik dan kontroversial. Terinspirasi dari program serupa di Purwakarta, ide ini menuai pro dan kontra. Apa sebenarnya rencana ini, dan bagaimana peluangnya diterapkan di Depok? Mari kita ulas lebih dalam.

Latar Belakang Wacana Pembinaan Karakter Anak ala Militer

Pada April 2025, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, melontarkan gagasan menangani kenakalan remaja dengan pendekatan militer. Ia menyoroti masalah anak yang bolos sekolah, tawuran, hingga melawan orang tua. Menurut Dedi, orang tua kerap kewalahan menghadapi anak-anak seperti ini.

Oleh karena itu, ia mengusulkan program pembinaan karakter anak ala militer selama 6 bulan hingga setahun di barak TNI atau kepolisian. Purwakarta jadi pelopor dengan menjalankan program ini di Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha.

Supian Suri, Wali Kota Depok, tertarik dengan ide ini. Ia menyebut pihaknya sedang menjajaki anggaran dan opsi pelaksanaan. Depok belum memutuskan apakah akan membangun fasilitas sendiri atau bergabung dengan Purwakarta. “Kami pelajari dulu, kalau bisa gabung, kami kontribusi biaya,” ujar Supian, berharap tak banyak anak Depok yang masuk kategori nakal.

Apa Itu Pembinaan Karakter Anak ala Militer?

Program pembinaan karakter anak ala militer bukan berarti melatih anak jadi tentara. Fokusnya adalah membentuk disiplin, tanggung jawab, dan karakter positif melalui pendekatan semi-militer. Menurut Kepala Dinas Penerangan TNI AD, Brigjen Wahyu Yudhayana, program ini lebih menekankan bimbingan personal dan kelompok. Anak-anak tetap belajar seperti di sekolah biasa, tapi dengan tambahan kegiatan seperti:

  • Latihan baris-berbaris untuk melatih kedisiplinan.
  • Penyuluhan wawasan kebangsaan dan bahaya narkoba.
  • Kegiatan outbound untuk membangun kerja sama tim.

Program ini bersifat sukarela, dengan persetujuan orang tua. Di Purwakarta, anak-anak tinggal di asrama militer selama 6 bulan hingga setahun. Harapannya, mereka pulang dengan perilaku yang lebih baik.

Alasan Depok Tertarik pada Pembinaan Karakter Anak ala Militer

Depok menghadapi tantangan kenakalan remaja, seperti tawuran dan balap liar, yang meresahkan masyarakat. Supian Suri melihat potensi pendekatan militer untuk menangani masalah ini. Ia menyebut dua opsi utama:

  • Membangun fasilitas sendiri: Depok bisa mendirikan pusat pembinaan serupa di wilayahnya.
  • Bergabung dengan Purwakarta: Mengirim anak ke barak di Purwakarta dengan kontribusi biaya.

Namun, Supian berharap jumlah anak nakal di Depok minim, sehingga tak perlu fasilitas baru. Kajian anggaran kini tengah dilakukan bersama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Pendekatan ini dianggap bisa melengkapi upaya lain, seperti pembentukan Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) yang dicanangkan pada April 2025.

Pro dan Kontra Wacana Ini

Wacana pembinaan karakter anak ala militer tak lepas dari perdebatan. Berikut pandangan dari dua sisi:

Pendukung Program

  • Orang tua mendukung: Banyak orang tua merasa kewalahan dan melihat pendekatan ini sebagai solusi. Dedi Mulyadi menyebut orang tua sering “tepak tangan keras” saat mendengar ide ini.
  • Hasil nyata di Purwakarta: Program di Purwakarta diklaim berhasil mengubah perilaku anak nakal menjadi lebih disiplin.
  • Pendekatan holistik: Selain disiplin, anak mendapat konseling dan penyuluhan, yang bisa mengatasi akar masalah.

Penentang Program

  • Komnas HAM mempertanyakan: Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, menilai TNI bukan institusi untuk mendidik anak. Ia khawatir pendekatan ini jadi bentuk hukuman.
  • Psikolog ragukan efektivitas: Psikolog Mira Damayanti Amir menyebut pendekatan militer tak menjamin solusi akar masalah kenakalan.
  • Kurangnya kajian mendalam: Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco, meminta wacana ini dikaji matang agar tak keliru implementasi.

Tantangan Implementasi di Depok

Meski menarik, wacana ini menghadapi sejumlah tantangan. Pertama, anggaran jadi kendala utama. Depok masih menghitung biaya, baik untuk membangun fasilitas maupun bergabung dengan Purwakarta. Kedua, pendekatan ini butuh keterlibatan pakar, seperti psikolog dan konselor, untuk memastikan tak sekadar mendisiplinkan tapi juga menyelesaikan masalah perilaku. Ketiga, respons masyarakat perlu diukur, mengingat pendekatan militer bisa dianggap terlalu keras oleh sebagian orang.

Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya, menyarankan melibatkan ahli dalam merancang program. Ia menekankan pendekatan kekeluargaan, seperti konseling dan team building, agar anak merasa didukung, bukan dihukum.

Alternatif untuk Pembinaan Karakter Anak

Selain pendekatan militer, Depok punya program lain untuk membentuk karakter anak. Pada 2020, Pemkot Depok menggelar pembinaan berbasis sejarah kota untuk pelajar SMP dan MTs. Kegiatan ini fokus pada nilai-nilai geografis dan sejarah lokal, seperti ikon belimbing Depok. Program ini terbukti menarik minat anak dan bisa jadi alternatif yang lebih lembut.

Selain itu, pembentukan KPAD menunjukkan komitmen Depok melindungi anak dari kekerasan dan kenakalan. Pendekatan ini bisa digabung dengan konseling berbasis sekolah untuk menangani anak bermasalah tanpa harus ke barak militer.

Langkah Depok ke Depan

Supian Suri menegaskan bahwa wacana pembinaan karakter anak ala militer masih dalam tahap kajian. Ia ingin memastikan program ini matang sebelum diterapkan. Koordinasi dengan TNI, Polri, dan Pemkab Purwakarta terus dilakukan. Supian juga berharap Depok tak perlu mengirim banyak anak ke program ini, menunjukkan optimismenya bahwa kenakalan remaja bisa ditekan dengan cara lain.

Sementara itu, masyarakat Depok menanti langkah konkret. Program ini bisa jadi terobosan jika dirancang dengan hati-hati, melibatkan pakar, dan berfokus pada kesejahteraan anak. Namun, tanpa kajian mendalam, risiko salah langkah tetap ada. Depok perlu menyeimbangkan disiplin dengan pendekatan humanis agar anak tak hanya patuh, tapi juga berkembang secara positif.

 

Dapatkan Berita Terbaru: Saluran WA

Temukan Berita Terbaru: Google News

Berita Serupa