
JEMBER, Pelitaonline.co – Heppy Firman Handari seorang pengrajin Wayang kulit nampak telaten memainkan kuas, mewarnai pahatan kulit sapi yang membentuk Wayang, Senin (8/11/2021).
Hal itu, sudah menjadi pekerjaan sehari – hari Warga Desa Dukuhdempok Kecamatan Wuluhan tersebut. Karena selain dirinya menerima pesanan, juga dipasarkan secara online.
Oleh karenanya, dia menyebut bahwa massa Pandemi COVID-19 ini tidak berpengaruh. Selain peminat Wayang Kulit terbatas, juga soal harga tergolong mahal, tidak seperti hasil karya atau olahan lainnya.
Jadi, harus dipasarkan di komunitas tersendiri yang didalamnya ada kumpulan orang – orang pecinta Wayang. “Kalau tidak Kolektor, ya Dalang. Jadi massa Pandemi, saya rasa sama saja,” ujar Heppy di Stand pameran Festival Deso di Desa Dukuh Dempok.
Heppy mengaku, sejak pandemi, jumlah penjualan tidak berkurang sama sekali, hanya saja yang pembelinya lebih banyak kolektor atau pecinta Wayang, sebagai koleksi di rumahnya bukan Dalang.
“Wajar dimasa pandemi dalang tidak bisa menggelar tanggapan. Pendapatan mereka (dalang) berkurang. Jadi ya paling banyak pembelinya dari kalangan kolektor, yang banyak uang,” jelasnya
Dalam satu bulan, rata-rata ada sekitar 4 sampai 5 jenis wayang yang terjual. Satu Wayang kulit laku kisaran 1 hingga 1,5 juta rupiah. Tinggi rendahnya harga Wayang kata Heppy, tergantung dari bahan warna dan tingkat kerumitan pembuatannya.
“Semakin rumit, semakin mahal. Contohnya, Wayang berupa gunungan, itu mahal, karena lama membuatnya, khususnya mewarnainya,” katanya
Apalagi, sambung Heppy, warna yang digunakan dengan emas cair asli, harga per wayang mencapai 12 juta. Jadi yang membeli Wayang benar – benar pecinta Wayang atau memiliki jiwa seni dan mampu, minat saja tidak cukup.” Tandasnya. (Awi/Yud)
Dapatkan Berita Terbaru: Saluran WA
Temukan Berita Terbaru: Google News