
OPINI – Sebuah tradisi masyarakat Madura di dalam menyambut dan menyiapkan diri akan datangnya Bulan Puasa. Bulan Ramadhan.
Kata Nampanèn sendiri sebagai sebuah kata kerja memiliki kata dasar tampah yang berarti terima. Dengan imbuhan n dan èn atau èh maka dapat diartikan sebagai upaya menerima. Selain sebagai sebuah kata kerja, Nampanèn dapat juga diartikan sebagai kumpulan kata benda Nampan yang berarti Baki. Dikarenakan dalam tradisi Nampanèn Pasah ini masyarakat Madura dalam sebuah wilayah terkecil akan membawa nampan untuk berkumpul di surau/langgar/musholla/masjid atau juga di tanèan lanjàng.
Nampan yang dikumpulkan selanjutnya akan saling ditukar sehingga masing-masing nantinya akan pulang dengan membawa nampan yang berbeda.
Seorang Kyai akan memimpin acara dengan tujuan ungkapan rasa syukur bahwa dapat kembali menjalankan Ibadah di Bulan Ramadhan serta saling memohon ampun dan memaafkan agar ketika melaksanakan Ibadah di Bulan Ramadhan telah berkurang dosa-dosanya yang telah lalu.
Tidak hanya nampanèn Pasah. Upaya menyiapkan diri menyambut Bulan Ramadhan juga dilakukan dengan cara membersihkan mihrab atau tempat kecil di dalam rumah yang digunakan khusus untuk beribadah, membersihkan surau/langgar/masjid secara gotong royong, membersihkan pemakaman, bahkan juga mengecat ulang rumah tinggal.
Selain dari sebuah wujud persiapan fisik, Para Ulama juga telah mengingatkan sejak Bulan Rajab. Dua bulan sebelum Ramadhan. Agar umat muslim mulai kembali mempelajari Fiqh Puasa, Fiqh Shalat dan Fiqh Zakat. Dikarenakan pelaksanaan Puasa Ramadhan, Sholat Tarawih dan Zakat Fitrah hanya dilaksanakan setahun sekali di Bulan Ramadhan saja. Al Quran diharapkan mulai dicari dan dibersihkan kembali sejak Bulan Rajab dan mulai membaca dan mentadaburinya sehingga saat Tadarus dilaksanakan di Bulan Ramadhan dapat khatam minimal sekali.
Namun, selain dari proses persiapan-persiapan yang telah disampaikan sebelumnya ada hal yang selalu dilupakan. Menyiapkan Niat untuk benar-benar Menahan diri dari hawa nafsu. Tidak hanya pada saat puasa di siang hari. Namun juga menjelang dan pada saat berbuka.
Rasa lapar yang begitu menyiksa dan nafsu yang terbelenggu dapat mengakibatkan kita khilaf ketika menjelang berbuka. Dengan alasan ngabuburit lantas membuat nafsu menguasai diri untuk membeli berbagai macam makanan yang nampak di depan mata. Segala macam taljil, segala macam lauk. Sedangkan perut kita sekalipun lapar sebenarnya hanya mampu memproduksi seporsi makanan saja untuk mengubahnya menjadi energi baru. Tak ayal, ketika kita makan lebih dari seporsi makanan, yang terjadi adalah mengantuk dan lemas karena kekenyangan. Sebab tubuh kita kaget dan tidak mampu mengolah makanan yang masuk secara keseluruhan hingga akhirnya menjadi lemak dalam tubuh.
Tarawih pun ditinggalkan. Al Quran yang telah disiapkan, urung terbaca karena ketiduran. Makanan yang telah dibeli namun tidak mampu dihabiskan akhirnya terbuang menjadi sampah. Kemasan plastik yang menjadi pembungkusnya pun juga menjadi sampah.
Ramadhan belum juga usai. Kita telah menyibukkan diri dengan kue lebaran dan pakaian baru untuk menyambut lebaran. Padahal Ramadhan kita belum sempurna. Shaf-shaf sholat tarawih pun semakin mengalami kemajuan seiring berkurangnya jamaah.
Fenomena yang terus berulang, menjadi kebiasaan, seolah-olah ini adalah tradisi baru umat Muslim yang mesti dilestarikan. Tanpa adanya kesadaran dan upaya untuk memperbaiki diri.
Niat. Tentu ini yang mesti kita tanamkan minimal sejak Rajab. Karena Para Salafus Sholeh bahkan telah berdoa sejak enam bulan sebelum Ramadhan. Dengan doa: Allahumma sallimni ila ramadhana wa sallim li ramadhana wa tasallamhu minni mutaqabbalan. Artinya: “Ya Allah, antarkanlah aku hingga sampai Ramadan dan antarkanlah Ramadan kepadaku dan terimalah amal-amalku di bulan Ramadan.
Sejak Bulan Rajab bahkan di Masjid-masjid, doa yang sering dibaca: Allâhumma bârik lanâ fî rajaba wasya’bâna waballighnâ ramadlânâ
Artinya: “Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan bulan Sya’ban dan pertemukanlah kami dengan bulan Ramadlan.”
Niat untuk memperbaiki diri menjadi muslim yang lebih berkualitas. Dengan kerinduan yang sungguh-sungguh pada Bulan Ramadhan. Dengan pengharapan yang begitu besar pada Lailatul Qadar. Dengan harapan agar selepas Ramadhan, kita semua benar-benar menjadi Pribadi yang lebih baik lagi. Sebab kita telah mampu menang atas nafsu kita. Nafsu lapar kita, nafsu duniawi kita, nafsu sombong kita.
Maka dengan Nampanèn Pasah ini. Mari kita menjadi pribadi yang nerimo atas segala perintahNYA dan nerimo untuk menjauhi semua yang dilarangNYA. Selamat menyiapkan diri untuk memasuki Madrasah Ramadhan.
Oleh : Cak Oyong
28 Rajab 1446
Dapatkan Berita Terbaru: Saluran WA
Temukan Berita Terbaru: Google News