
Sengketa tanah bukan cuma masalah di Bojonegoro. Di banyak daerah di Indonesia, konflik serupa sering berujung kekerasan. Data dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang menyebutkan ada ribuan kasus sengketa tanah setiap tahun, banyak di antaranya melibatkan warga biasa. Media sosial, termasuk X, juga ramai membahas isu ini, dengan tagar seperti #SengketaTanahBerdarah muncul usai kejadian di Bojonegoro.
Kasus motif Kakek bacok tetangga ini jadi pengingat bahwa mediasi sangat penting. Pemerintah desa, tokoh masyarakat, dan kepolisian perlu bekerja sama untuk mencegah konflik serupa. Pelatihan resolusi konflik atau penyuluhan hukum agraria bisa jadi solusi jangka panjang.
Kejadian di Bojonegoro bukan sekadar berita kriminal. Ini cerminan betapa rapuhnya hubungan antarwarga jika emosi dan konflik tak dikelola. Motif Kakek bacok tetangga yang berakar dari sengketa tanah menunjukkan perlunya komunikasi dan penyelesaian damai. Warga tak boleh main hakim sendiri, apalagi sampai mengorbankan nyawa.
Bagi masyarakat, kasus ini juga jadi alarm. Jika ada ketegangan soal tanah atau masalah lain, segera cari bantuan pihak berwenang atau tokoh masyarakat. Jangan biarkan dendam menguasai. Untuk pemerintah, ini saatnya memperkuat sistem penyelesaian sengketa tanah, terutama di desa-desa.
Tragedi di Musala Al-Manar meninggalkan luka mendalam bagi warga Kedungadem. Namun, dari kejadian ini, kita bisa belajar untuk lebih bijak menghadapi konflik. Semoga tak ada lagi motif Kakek bacok tetangga yang berujung darah di masa depan.
Dapatkan Berita Terbaru: Saluran WA
Temukan Berita Terbaru: Google News