Menyandang Tidak Wajar Dari BPK, Ketua DPRD Sebut Bupati Jember Dapat Piring Pecah

Ricky R

June 2, 2021

3
Min Read
Ketua DPRD Jember Muhammad Idqon Syauqi (foto: Istimewa)

JEMBER, Pelitaonline.co – Bupati Jember Hendy Siswanto bagaikan memperoleh piring pecah diawal kepemimpinannya. Sebab Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI) memberikan opini tidak wajar terhadap Jember di Tahun Anggaran 2020.

Sehingga, semakin berat tugas Bupati dalam memimpin Kabupaten Jember ini, karena harus menata ulang Birokrasi yang carut marut. Demikian  disampaikan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jember Muhammad Itqon Syauqi, Rabu (2/6/2021).

“Ini kata beliau sendiri (Bupati) Namanya piring pecah, ya harus bersih-bersih supaya tidak menusuk kaki sendiri, supaya tidak berbahaya, ” ujar Ketua DPRD yang kerap disapa Idqon ini.

Namun lanjutnya, terlebih dahulu harus segera menyelesaikan temuan BPK tersebut, paling lambat dua bulan (60 Hari). Sebab hal itu amanah Undang-Undang. “Soal teknis dan bagaimana strateginya yang tahu Bupati. Dalam bahasa BPK, Bupati sebagai identitas pemerintah kabupaten,” tambah Itqon.

Baca Juga :  DPC Perempuan Bangsa Jember Gelar Rapat Pleno

Oleh karena itu, Itqon mengaku hal itu akan segera merapatkan bersama anggota legislatif, supaya bisa memperoleh kesepakatan dalam pengawasan. “Tentunya, kita akan memutuskan dan memberikan tindakan strategis, sesuai kewenangan kami, supaya rekomendasi dari BPK benar-benar ditindaklanjuti,” katanya.

Politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini meyakini bahwa di tahun Anggaran 2021 ini, Jember bisa memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian. “Saya yakin bisa, bupati ini punya semangat, Bupati banyak jaringan untuk bisa mewujudkan cita-citanya,” Tandasnya

Diketahui, BPK RI memberikan tujuh poin yang membuat, Kabupaten Jember memperoleh Opini Tidak Wajar (TW) antaralain, Pertama, tidak ada pengesahan DPRD atas APBD Tahun Anggaran 2020.

Kedua, jumlah penyajian belanja pegawai sebesar Rp 1.302,44 miliar serta belanja barang dan jasa sebesar Rp 937,97 miliar, tidak sesuai dengan penjabaran APBD dan merupakan hasil pemetaan (mapping) yang dilakukan untuk menyesuaikan, dengan penyajian beban pada laporan operasional.

Baca Juga :  Wabup Situbondo, Pimpin Muslimat NU Usai Konfercab

Sehingga berakibat, belanja pegawai disajikan lebih rendah, sedangkan belanja barang dan jasa disajikan lebih tinggi, masing-masing sebesar Rp 202,78 miliar.

Ketiga, terdapat realisasi pembayaran senilai Rp 68,80 miliar dari angka Rp 1.302,44 miliar yang disajikan dalam belanja pegawai, yang tidak menggambarkan substansi belanja pegawai sebagaimana diatur dalam Standar Akuntansi Pemerintahan.

Realisasi tersebut merupakan pembayaran yang terjadi karena kesalahan penganggaran dan realisasi belanja pegawai yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Keempat, dari jumlah Rp 126,08 miliar yang disajikan sebagai kas di bendahara pengeluaran per 31 Desember 2020, di antaranya terdapat sebesar Rp 107,09 miliar yang tidak berbentuk uang tunai dan/atau saldo simpanan di bank, sesuai ketentuan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan dan berpotensi tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Kelima, terdapat utang jangka pendek lainnya sebesar Rp 31,57 miliar dari jumlah sebesar Rp 111,94 miliar yang tidak didukung oleh dokumen sumber yang memadai.

Baca Juga :  Sebaran COVID 19 Meningkat, Bupati Karna Perintahkan Satgas Tingkatkan 3 T

Keenam, tim manajemen Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Penyelenggaraan Pendidikan Gratis (PPG), tidak melakukan rekapitulasi realisasi belanja sebesar Rp 66,59 miliar atas mutasi persediaan dan saldo akhir persediaan, yang bersumber dari belanja barang dan jasa yang berasal dari dana BOS dan PPG, atas realisasi belanja tersebut, tidak diperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat untuk dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap nilai beban persediaan.

Ketujuh, pada penyajian nilai perolehan akumulasi penyusutan dan beban penyusutan atas aset tetap – jalan, irigasi, dan jaringan masing-masing sebesar Rp 3.470,53 miliar, Rp 2.007,36 miliar, dan Rp 141,46 miliar, terdapat aset tetap – jalan, irigasi, dan jaringan berupa rehabilitasi, renovasi, dan/atau pemeliharaan yang belum dan/atau tidak diatribusikan secara tepat ke aset induknya. Ini mempengaruhi akurasi perhitungan beban dan akumulasi penyusutan.(Awi/Yud)

Ikuti Saluran Kami

Ikuti Saluran WhatsApp Kami Untuk Berita Terkini

Ikuti Saluran Google News Kami Untuk Berita Terbaru

Related Post

 

×