BerandaOpiniKanker Ditubuh Pemkab Jember

Kanker Ditubuh Pemkab Jember

- Advertisement -spot_img

Oleh : M. Jaddin Wajad

Sel kanker sepertinya mulai bersemayam ditubuh Pemkab Jember, permasalahan nya hal ini harus dibiarkan ataukah dilakukan sebuah tindakan penyembuhan ..?

Ilustrasi tersebut seolah menggambarkan kondisi yang terjadi ditubuh Pemkab Jember. Format politik otonomi daerah sejatinya menekankan pada kemampuan inisiatif lokal dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya.

Harusnya disebut otonom manakala, kemampuan membiayai pemerintahan daerahnya secara mandiri  alias tidak menengadah tangan ke Pemerintah Pusat sehingga keberadaan DAU, DAK ataupun dana perimbangan hanyalah aksesoris hubungan Pusat Daerah bukan kepentingan pokok sebagaimana yang terjadi selama ini.

Namun pilihan langsung Kepala Daerah telah menjebak format otonomi pada kebijakan yang menolak keterlibatan pemerintahan dalam mengelola urusan pemerintahan yang dianggap sebagai miliknya pribadi. Anggapan keterlibatan dari pemerintahan tidak saja dari daerah yang ditujukan pada pusat, tetapi juga di daerah bersangkutan.

Sejak sebelum diberlakukannya Undang-Undang (UU) No. 23 Tahun 2014. tentang Pemerintahan Daerah yakni pada Pasal 38 UU No. 32 Tahun 2004 dinyatakan, bahwa Gubernur dalam kedudukannya (sebagai wakil pemerintah pusat di daerah) antara lain memiliki tugas dan wewenang pembinaan dan pengawasan (binwas) penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota.

Ketidaksinkronan program pemerintahan daerah merupakan konsekuensi dari terjadinya disorientasi kebijakan desentralisasi yang dijalankan selama ini. Kewenangan politik otonom dalam pengelolaan pemerintah daerah cenderung tidak sejalan dengan keinginan politik binwas provinsi yang cenderung berada di antara quasi antara instruksi dan fasilitasi.

Hal ini tampak pada konsep keserasian dalam pola pembagian urusan yang dianutnya, yakni Terminologi “keserasian hubungan” yang diartikan sebagai pengelolaan bagian urusan pemerintahan yang dikerjakan oleh tingkat pemerintahan yang berbeda, saling berhubungan (interkoneksi), saling tergantung (interdependensi), dan saling mendukung sebagai satu kesatuan sistem dengan memperhatikan cakupan.

Ketidaksinergian dan bahkan terjadinya benturan antar strata pemda, diduga membawa konsekuensi pada belum optimalnya penanganan urusan otonomi daerah bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Padahal, keberhasilan otonomi daerah dapat dilihat dari berbagai aspek, antara lain menyangkut, Pelayanan masyarakat yang semakin berkualitas, Demokratisasi yang berkembang, Indeks pembangunan manusia (IPM) yang semakin tinggi.

Sebagian daerah cenderung telah mampu mencapai peningkatan terhadap beberapa aspek dimaksud, namun tidak sedikit yang masih jauh dari harapan.

Menurut studi yang dapat disimpulkan penulis bahwa salah  satu substansi penting dari *UU No. 23 Tahun 2014 sebagai pengganti UU No. 32 Tahun 2004*, adalah _memperbaiki kondisi lemahnya perangkat sanksi yang diberikan bagi daerah terkait koordinasi pemerintahan antara provinsi terhadap kabupaten/kota._

Kewenangan yang begitu besar dalam pengelolaan urusan otonomi daerah, membuat banyak bupati atau walikota bertindak sebagai Raja kecil, yang tidak taat pada gubernur selaku wakil pemerintah pusat di daerah, Sehingga pemerintah menganggap kalau kondisi pembangkangan kasus-kasus kabupaten/kota terhadap provinsi semakin meluas, maka substansi bentuk negara kesatuan yang dianut Indonesia akan semakin hanya bersifat formalitas semata dan sebaliknya substansi unsur-unsur yang mengarah pada Negara federal semakin menguat.

Tentu ini bukan cita-cita yang diimpikan ketika para Founding Fathers mendirikan NKRI dengan pengorbanan harta, darah dan sejarah kehidupannya.

Fenomena terbaru ujian dari nyata atau sekedar halusinasi keberadaan *raja kecil* adalah ketika Bupati Jember pasca Mirfano mengambil Hak Masa Persiapan Pensiun (MPP) pada tanggal 15 September 2022, sekali lagi untuk tidak mengatakan bahwa telah seringkali menabrak regulasi khususnya *Perpres 3 Tahun 2018* yaitu dengan menerbitkan Surat Perintah.

Pelaksana Tugas Nomor 821/11084/414/2022* tanggal 15 september 2022 ditandatangani Bupati Ir. Hendy S, ST, IPU, berisi penugasan Arief Tyahyono, SE selaku pelaksana tugas (plt) Sekretaris Daerah Kabupaten Jember, tanpa persetujuan Gubernur Jawa Timur.

Sejak Tahun 2014 telah diterbitkan 3 (tiga) produk hukum untuk mengawal otonomi Daerah sehingga menjadi kebijakan efektif dalam upaya peningkatan kualitas penyelenggaraan pemerintahan untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat di Daerah, yaitu UU 14 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Secara konsisten Pemerintah telah menerbitkan turunan ketiga undang-undang tersebut dalam bentuk peraturan tindaklanjut sebagai konsekuensi teknis pelaksanaannya, termasuk diantaraya *Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Tanpa bermaksud menggurui, namun penulis justru menunggu komitmen Pemerintah propinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kabupaten Jember  tentang ketaatan, kepatuhan dan penghormatan terhadap ketentuan peraturan perundangan tersebut dalam menyikapi langkah kebijakan Bupati Hendy Siswanto dalam pengangkatan plt Sekretaris daerah yang sama sekali tidak ditemukan landasan hukumnya.

Sekaligus untuk membuktikan apakah Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat mampu menjalankan peran pengawasan dan pembinaan dalam upaya menerapkan quasi instruksi atau fasilitasi terhadap Pemerintah kabupaten Jember, Sehingga sangat ditunggu terbitnya kebijakan Gubernur yang menunjukkan sikap tegas, jelas dan berwibawa Pemerintah Pusat yang diwakili Gubernur Jawa Timur dalam menghadapi fenomena Raja kecil di Kabupaten Jember yang secara jelas telah menarik diri dari koridor ketentuan Peraturan Perundangan yang sah dalam Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kebiasaan tidak taat, tidak patuh dan tidak hormat ini bahkan dalam beberapa tahapan terasa malah mendapat fasilitasi dari Pemerintah Propinsi Jawa Timur diduga berkat kedekatan oknum Pejabat Pemerintah Kabupaten Jember dengan oknum Pejabat Pemerintah Propinsi tertentu sehingga memunculkan dugaan bahwa telah terjadi fenomena transaksional entah dalam bentuk, seperti apa.

Sehingga publik Jember merasakan vakum dari penjelasan, kejelasan dan penyelesaian dari semua peristiwa janggal implementasi regulasi yang selama ini telah banyak dikeluhkan, dilaporkan dan bahkan disampaikan fakta, data dan analisa secara gamblang kepada para pejabat berwenang baik di tingkat Propinsi Jawa Timur, Kemendagri, KASN, BKN ataupun Instansi lain yang berkompeten mengurusi permasalahan yang dipermasalahkan kebijakannya.

Fenomen *raja kecil* terasa tidak nyaman didengar apalagi ketika ditemukan fakta bahwa memang ada peristiwa penguat yang secara nyata terjadi dan mendapat legitimasi dari institusi yang semestinya menjalankan fungsi pembinaan dan pengawasan sehingga fenomena tersebut tidak pernah muncul baik dalam prasangka apalagi dalam kenyataan formal melalui terbitnya suatu produk keputusan pejabat yang nyata-nyata melanggar ketentuan peraturan perundangan.

Sebagai bentuk khusnudzon publik Jember sedang menunggu aksi nyata Gubernur Jawa Timur, bagaimanakah menggugurkan prasangka keberadaan *raja kecil* Jember yang telanjur mengganggu alam berpikir selama ini dengan hadirnya banyak kebijakan yang tidak taat, tidak patuh dan tidak hormat regulasi dan diklaim telah mendapat restu bahkan legitimasi dengan terbitnya kebijakan Pemerintah Pusat yang telah nyata-nyata melanggar prosedur, melanggar substansi ataupun melanggar keabsahan kewenangan jabatan sebagaimana dimaksud *UU 30 Tahun 2014 Pasal 52 (1).

Syarat sahnya Keputusan meliputi:
a. ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
b. dibuat sesuai prosedur
c. substansi yang sesuai dengan objek Keputusan.

Dari segala fenomena pelanggaran regulasi dan aturan mengenai sistem tata kelola pemerintahan yang terjadi dan dibiarkan begitu saja tanpa adanya sebuah peringatan dan sanksi yang tegas dari pemerintah pusat dan instansi yg terkait, sehingga memunculkan pertanyaan baru bagi publik khususnya penulis

Apakah sudah saatnya negara ini akan menghadapi perubahan secara fundamental terhadap sistem bernegara nya ..? Sehingga ada kesengajaan membiarkan pelanggaran thd regulasi dan aturan tata kelola pemerintahan nya ataukah ini hanya sekedar ketidaktahuan para pelaku ( pejabat ) pemerintahan thd implementasi aturan dan regulasi dalam sistem tata kelola pemerintahan nya ..? Ataukah memang sudah zamannya keadaan yang salah ini menjadi kebenaran baru karena para pengambil kebijakan memang banyak didominasi oleh oknum yang tidak amanah dalam tugasnya.

Saya berharap masih tersisa orang2 baik, para pemimpin dinegeri ini yg amanah, berintegritas, berkomitmen dan punya keberanian kuat menegakkan aturan dan regulasi yang didasarkan pada kebenaran dan keadilan, sehingga harapan kami sebagai rakyat utk terciptanya negara yang baldatun toyyiba wa Robbun Ghofur, gemah Ripah loh jinawi benar2 terwujud.

Ayo Bu Gubernur …. semangat menegakkan regulasi demi peningkatan kesejahteraan masyarakat Jawa Timur, khususnya Jember.

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

#TRENDING TOPIC

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini