BONDOWOSO, Pelitaonline.co – Kepala Cabang Dinas (Kacabdin) Pendidikan Kabupaten Bondowoso, Dr Sugiono Eksanto, MM mewajibkan kepada pihak sekolah untuk mengikutkan seluruh siswanya dalam program vaksinasi.
“Jika tidak sampai 100 persen, maka sekolah yang bersangkutan nantinya tidak diperbolehkan mengadakan belajar tatap muka terbatas,” ujarnya.
Sugiono mengatakan, langkah itu diambil karena banyaknya pelajar di Bondowoso yang tidak mau ikut dalam program vaksinasi, akibat banyak orang tua dan siswa yang termakan isu hoax bahwa vaksinasi bisa menyebabkan kematian.
“Syarat belajar tatap muka, pertama semua guru dan murid harus sudah tervaksin dengan menunjukkan sertifikat vaksin. Ini saya wajibkan ke semua sekolah. Jika tidak, maka tidak boleh ikut pembelajaran tatap muka terbatas nantinya,” tegas Sugiono.
Terkait dengan pihak sekolah yang tak bisa melaksanakan vaksinasi 100 persen bagi siswanya, dia menegaskan sekolah hanya diperbolehkan belajar daring saja. “Biar belajar daring saja dia!” tegasnya lagi.
Upaya keras Dinas Pendidikan tersebut, kenyataannya terkendala oleh pihak wali murid yang keberatan putra putrinya divaksin. Berbagai macam alasan dibuatnya. Kondisi ini menyebabkan banyak kepala sekolah kebingungan dalam mengambil keputusan.
Oleh karenanya, Sugiono merekomendasikan kepada pihak sekolah agar siswa yang tidak mau divaksin, wajib disertakan pernyataan orang tuannya secara tertulis dan bermatrey.
“Itu sebagai upaya kami mem-‘pressure’ para orang tua dan siswa agar mengikuti vaksinasi ini,” tambahnya.
Fenomena takutnya pelajar divaksinasi, menyebabkan rendahnya serapan program vaksinasi ditingkatan pelajar.
“Kenapa di sini masih banyak orang tua yang takut anaknya divaksin, padahal dikabupaten lain tidak?” sesalnya.
Sementara itu, pihak sekolah SMA Negeri 02 Bondowoso telah menjalankan himbauan dari Dinas Pendidikan tersebut. Melalui Kabag Humas Kholifah Nur azizah dikatakan, disana hanya tinggal 10 siswa yang tidak mau divaksin dengan alasan menunggu vaksin yang lebih bagus.
“Kalau disini bisa dihitung dengan jari, siswa yang tidak mau divaksin. Alasan orang tuanya masih menungggu vaksin yang lebih bagus, yaitu vaksin pfizer,” terang Holif.
Menurut dia, bagi siswa yang tak setuju divaksin, maka orang tuanya dipanggil datang ke sekolah. “Ada tiga orang telah menghadap saya. Saya tanya kenapa tidak setuju divaksin? Jawabnya, takut saya Bu! Itu tetangga saya dua minggu meninggal setelah divaksin,” tuturnya sambil menirukan ucapan salah satu wali murid yang datang kepadanya.
Lantaran rasa takutnya sangat kuat, tentu pihak sekolah tidak akan memaksakan vaksinasi. Tetapi pihak sekolah menekan, jika tidak divaksin maka anaknya tak boleh mengikuti belajar tatap muka.
“Namanya orang takut, ya, kita dengarkan. Tapi saya bilang (ke-Wali Murid), syarat pembelajaran tatap muka anaknya harus divaksin,” pungkasnya. (Sai/Yud)