Iklan Floating Google AdSense (Diperbaiki)
×

Jemaah Naqsabandiyah Sudah Berlebaran Hari Ini: Tradisi, Makna, dan Sorotan Publik

Berita – Hari ini, 29 Maret 2025, Jemaah Naqsabandiyah di berbagai daerah di Indonesia, khususnya Sumatera Barat dan Sumatera Utara, merayakan Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah. Sementara mayoritas umat Islam masih menjalani hari ke-29 Ramadan atau menunggu keputusan resmi pemerintah untuk tanggal 31 Maret, kelompok tarekat sufi ini telah mengakhiri puasa mereka dengan penuh khidmat. Perayaan lebih awal ini bukan hal baru, tetapi tetap menjadi sorotan karena mencerminkan tradisi unik dan konsistensi yang kuat di tengah arus modernitas.

Lebaran Hari Ini: Suasana dan Fakta Lapangan

Pagi ini, puluhan jemaah berkumpul di Surau Baru, Kelurahan Cupak Tangah, Kecamatan Pauh, Padang, untuk melaksanakan salat Idul Fitri. Salat dimulai pukul 07.45 WIB, dipimpin oleh Buya Mardanus, seorang guru Naqsabandiyah dari Kabupaten Solok. “Kami memulai puasa pada 27 Februari lalu, jadi hari ini genap 30 hari,” ujar Mardanus kepada Tribun Padang. Malam sebelumnya, takbiran digelar dengan lantunan suara yang menggema, menarik perhatian warga sekitar yang masih bersiap untuk hari terakhir puasa.

Di Sumatera Utara, sebagian jemaah Naqsabandiyah seperti kelompok Al-Khalidiyah Jalaliyah di Deli Serdang juga merayakan Idul Fitri hari ini. “Kami mengikuti hisab Qomariyah yang sudah jadi pedoman Tuan Guru kami,” kata Syekh Muda Markum, salah satu tokoh jemaah di sana, dalam wawancara dengan media lokal. Meski ada pula komunitas Naqsabandiyah yang menyesuaikan dengan Muhammadiyah untuk lebaran pada 31 Maret, mayoritas tetap setia pada tradisi mereka.

Sorotan Perayaan Jemaah Naqsabandiyah:

    • Salat Id di Surau Baru Padang diisi khutbah berbahasa Arab yang penuh makna.
    • Takbiran semalam jadi ajang silaturahmi antar-jemaah dan warga lokal.
    • Tradisi puasa 30 hari penuh tetap jadi ciri khas yang tak tergoyahkan.

Hisab Munjid: Alasan di Balik Lebaran Hari Ini Jemaah Naqsabandiyah

Jemaah Naqsabandiyah mendasarkan waktu ibadah mereka pada metode hisab Munjid, sebuah perhitungan berbasis almanak tahunan yang merujuk pada Kitab Munjid dan ajaran Abu Bakar Siddiq. Berbeda dengan rukyat (pengamatan hilal) yang digunakan pemerintah atau hisab hakiki wujudul hilal ala Muhammadiyah, metode ini mengandalkan proyeksi peredaran bulan yang telah ditetapkan sejak lama. “Kami menghitung dari Ramadan tahun lalu dan menyesuaikan dengan dalil syariat,” jelas Zahar, Imam Surau Baru, dalam wawancara sebelumnya.

Tahun ini, mereka memulai puasa pada 27 Februari 2025, sehingga 29 Maret menjadi hari ke-30 Ramadan. “Puasa 30 hari adalah bentuk kesempurnaan ibadah bagi kami,” tambah Zahar. Tradisi ini sudah berlangsung lebih dari seabad, sejak Surau Baru didirikan pada 1910 oleh Syekh Muhammad Thaib, pendiri Naqsabandiyah di Padang.

Reaksi Publik dan Gema di Media Sosial

Perayaan Idul Fitri hari ini langsung menjadi perbincangan hangat di media sosial, khususnya di X. “Jemaah Naqsabandiyah sudah lebaran, konsistensinya luar biasa,” tulis seorang pengguna. Video takbiran semalam dari Surau Baru juga viral, dengan ratusan komentar yang memuji kekhusyukan acara tersebut. “Beda hari, tapi semangatnya sama,” ujar akun lain, mencerminkan apresiasi terhadap keberagaman.

Namun, tak sedikit pula yang mempertanyakan metode mereka. “Kenapa harus beda sendiri? Kan bisa seragam dengan pemerintah,” tanya seorang warga Padang yang enggan disebut namanya. Menanggapi ini, Buya Syafri Malin Mudo, pimpinan Naqsabandiyah Sumatera Barat, menegaskan, “Kami tidak menyalahkan rukyat, tapi hisab ini warisan leluhur yang kami junjung.

Pandangan Publik:

    • Positif: Kekompakan dan kekhusyukan jadi nilai lebih.
    • Negatif: Perbedaan waktu ibadah masih jadi perdebatan.
    • Media lokal seperti iNews dan Viva.co.id meliput secara mendalam.

Makna dan Adaptasi di Tengah Modernitas Jemaah Naqsabandiyah

Lebaran hari ini bukan sekadar soal waktu, tetapi juga simbol keteguhan. Tradisi suluk (i’tikaf 40 hari) yang dilakukan menjelang dan selama Ramadan tetap dilestarikan, meski jumlah peserta kadang menurun. “Ini soal fokus mendekatkan diri pada Allah,” kata Buya Piri, mursyid Naqsabandiyah, menjelaskan esensi ibadah mereka.

Di era digital, Jemaah Naqsabandiyah juga mulai beradaptasi. Beberapa komunitas mengunggah dokumentasi salat Id dan takbiran ke Instagram dan YouTube. “Kami ingin generasi muda tahu tradisi ini,” ujar Erizon Revindo, Sekretaris Tarekat Naqsabandiyah Kota Padang. Langkah ini menunjukkan bahwa mereka tak hanya bertahan, tetapi juga relevan di zaman sekarang.

Harmoni dalam Perbedaan

Perayaan Idul Fitri hari ini oleh Jemaah Naqsabandiyah menegaskan bahwa perbedaan tak harus memecah belah. Dengan jumlah jemaah aktif mencapai ribuan di Sumatera Barat saja, mereka terus menjaga identitasnya. “Lebaran lebih awal bukan soal siapa benar atau salah, tapi soal istiqomah,” kata Mardanus, merangkum semangat komunitasnya.

Di tengah dunia yang serba cepat, Jemaah Naqsabandiyah mengajarkan tentang konsistensi dan kesederhanaan. Dari takbiran yang sederhana hingga salat Id yang khusyuk, mereka membuktikan bahwa tradisi lama bisa hidup harmonis dengan modernitas. “Kami satu umat, meski beda cara,” tutup Syekh Muda Markum, menawarkan perspektif bijak di hari istimewa ini.

Refleksi dari Lebaran Hari Ini

Jemaah Naqsabandiyah yang sudah berlebaran hari ini, 29 Maret 2025, menghadirkan cerita tentang tradisi, keyakinan, dan keberagaman. Bagi mereka, 30 hari puasa adalah wujud syukur, dan Idul Fitri adalah puncak kemenangan spiritual.

 Jika Anda berada di Padang atau sekitarnya, menyaksikan langsung suasana di Surau Baru bisa jadi pengalaman yang memperkaya. Bagaimana pandangan Anda tentang lebaran mereka hari ini? Keberagaman ini justru memperkuat, bukan?

 

Dapatkan Berita Terbaru: Saluran WA

Temukan Berita Terbaru: Google News

Berita Serupa