Iklan Floating Google AdSense (Diperbaiki)
×

Ihya Ullumiddin.SH : Petani Bisa Lapor Polisi Jika Kelompok Tani Terima Selisih Harga Pupuk Subsidi di Atas HET

Keterangan foto : Ilustrasi petani (Istimewa)

JEMBER, Pelitaonline.co – Pupuk bersubsidi adalah barang yang diawasi ketat oleh pemerintah. Segala bentuk pelanggaran, termasuk menjualnya di atas HET, tidak hanya melanggar aturan administratif tetapi juga dapat berujung pada pidana.

Meskipun menjual pupuk bersubsidi di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), dengan alasan untuk mengumpulkan kas kelompok tani, tetap akan membawa konsekuensi hukum serius. Demikian, dikatakan Advokat dan Praktisi Hukum Jember Ihya Ullumiddin.

Regulasi terkait penjualan pupuk bersubsidi diatur dalam beberapa peraturan pemerintah, seperti Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian,

“Di Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2005 tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi sebagai Barang dalam Pengawasan juga dijelaskan,” kata Udik, melalui pesan tertulis, Rabu (22/1/2025).

Pada regulasi itu, kata Udik, di jelaskan pula Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk,.ditetapkan pemerintah berdasarkan wilayah dan jenis pupuk, antara lain Urea dengan harga Rp 2.250 per kilogram dan NPK Rp 2.300 per kilogram.

“Kebijakan ini berlaku di tingkat kios resmi untuk memastikan aksesibilitas pupuk bagi petani yang memenuhi kriteria penerima subsidi. Kriteria tersebut meliputi petani yang tergabung dalam kelompok tani, memiliki lahan maksimum dua hektare, dan terdaftar di e-RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok),” lanjutnya.

Udik menjelaskan, penjualan pupuk bersubsidi di atas HET melanggar prinsip subsidi yang bertujuan memberikan manfaat langsung kepada petani. “Ketika pupuk bersubsidi dijual di atas HET, petani yang seharusnya mendapatkan keuntungan dari subsidi ini justru dirugikan. Tindakan tersebut adalah bentuk penyalahgunaan yang tidak bisa ditoleransi,” teganya.

Sanksi Pidana

Nah, pelanggaran ini dapat dikenai sanksi administratif hingga pidana. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, pelaku penyalahgunaan pengadaan, penyaluran, dan penetapan harga barang bersubsidi dapat dikenai pidana penjara hingga enam tahun dan denda maksimal Rp 6 miliar.

“Selain itu, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga mengatur bahwa pelaku usaha yang menjual barang di atas harga yang ditetapkan tanpa pemberitahuan sah, dapat dikenai pidana penjara maksimal lima tahun dan denda maksimal Rp 2 miliar,” tambah Udik.

Udik memaparkan, pengurus kelompok tani memiliki tanggung jawab besar untuk mengelola pupuk bersubsidi secara transparan dan sesuai dengan regulasi. Jika terbukti mengetahui atau menyetujui praktik penjualan di atas HET, mereka dapat dianggap turut serta dalam tindak pidana.

Gunakan Cara yang Sah

Oleh karena itu, Udik menyarankan, agar kelompok tani mencari alternatif yang sah untuk mengumpulkan kas, seperti iuran sukarela atau program kemitraan,”Mengumpulkan dana kelompok harus dilakukan dengan cara yang sah dan sesuai aturan. Jangan sampai niat baik ini justru berujung pada masalah hukum,” tambahnya.

Nah, apabila masyarakat menemukan praktik penjualan pupuk bersubsidi di atas HET Udik, merekomendasikan untuk segera melaporkannya kepada Dinas Pertanian setempat untuk audit dan pengawasan.

“Laporan juga dapat diajukan kepada Satuan Reserse Kriminal Kepolisian atau Ombudsman RI jika terdapat indikasi penyimpangan berat. Langkah ini penting untuk menjaga keadilan distribusi dan memastikan manfaat subsidi benar-benar dirasakan oleh petani yang membutuhkan,” tutup Udik.

Sementara, pengakuan Ketua Paguyuban Kios
Pernyataan yang disampaikan ini menanggapi pengakuan Ketua Paguyuban Kios Pupuk di Kecamatan Puger, Kabupaten Jember, Hendro Saputro, tentang penjualan pupuk subsidi di atas HET.

Hendro mengungkapkan, penetapan harga jual di atas ketentuan pemerintah itu merupakan hasil kesepakatan antara kelompok tani dan kios yang juga dihadiri oleh perwakilan pemerintah desa, BPD dan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL).

Meski demikian, Hendro menampik selisih harga jual dibagi antara kelompok tani, kios dan paguyuban untuk “biaya pengamanan”. Hendro justru menimpakan polemik ini kepada kelompok tani. Semua selisih harga sebesar Rp10.000 hingga Rp12.500 itu diserahkan kepada kelompok tani sebagai kas.

“Sebagai ketua paguyuban, saya tidak pernah menerima satu rupiah pun dari kios-kios, baik untuk biaya pengamanan atau lainnya,” ucapnya.

Kepala Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Balung, Eko Sunu Teguh Prasetyo dikonfirmasi terpisah, menegaskan, kios dilarang menjual pupuk subsidi di atas HET dengan dalih apapun. Termasuk alasan kas kelompok tani.

“Menjual pupuk di atas HET dilarang. Ini sesuai juga dengan instruksi Bapak Kadis TPHP (Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan). Bahkan menjual dengan sistem paket juga dilarang,” tandas Sunu.

Walau begitu, tambah Sunu mengakui bahwa pada pertemuan yang menghasilkan kesepakatan mengerek harga jual pupuk subsidi tersebut ada PPL yang hadir di lokasi. Namun, ia tidak mengetahui apakah PPL itu menegur atau mencegah adanya kesepakatan yang melanggar itu.

Pewarta : Zainal. A
Editor : Wahyudiono

Dapatkan Berita Terbaru: Saluran WA

Temukan Berita Terbaru: Google News

Berita Serupa
Exit mobile version