
IHSG anjlok! Kejatuhan pasar saham Indonesia kembali menjadi perhatian utama investor. Pada perdagangan Selasa, 25 Februari 2025, IHSG turun drastis sebesar 2,41% atau 162,51 poin, menembus level 6.587,09. Ini bukan sekadar penurunan biasa, tetapi bagian dari tren negatif yang telah berlangsung selama seminggu terakhir, dengan total koreksi mencapai 4,17%.
Penurunan ini memicu kekhawatiran besar di kalangan pelaku pasar. Investor bertanya-tanya, apakah ini sinyal awal dari krisis pasar saham yang lebih besar? Apakah kejatuhan ini hanya sementara atau merupakan indikasi tren jangka panjang? Untuk memahami situasi ini dengan lebih jelas, kita perlu menelaah faktor-faktor yang menyebabkan IHSG anjlok dan langkah-langkah yang bisa diambil untuk menghadapi kondisi ini.
Pasar saham global selalu berpengaruh terhadap pergerakan IHSG. Kali ini, ekspektasi bahwa Federal Reserve hanya akan menurunkan Federal Funds Rate (FFR) secara terbatas sepanjang 2025 membuat investor asing berpikir ulang untuk tetap bertahan di pasar Indonesia.
Investor mencari imbal hasil yang lebih menarik di negara maju, menyebabkan arus modal keluar dari pasar negara berkembang seperti Indonesia. Hasilnya, tekanan jual meningkat, membuat IHSG anjlok lebih dalam.
Selain itu, kondisi ekonomi global yang masih tidak menentu akibat ketidakpastian kebijakan moneter Amerika Serikat dan geopolitik dunia turut membebani sentimen investor. Ketegangan di Timur Tengah, harga minyak yang fluktuatif, dan ancaman resesi di beberapa negara maju juga menjadi faktor tambahan yang membuat investor semakin berhati-hati dalam menempatkan dananya di pasar saham Indonesia.
Di sisi domestik, peluncuran Danantara yang seharusnya membawa optimisme malah memicu reaksi sebaliknya. Alih-alih menarik lebih banyak investasi, pasar justru meragukan transparansi dan efektivitas badan ini dalam mengelola dana investasi.
Hal ini terlihat dari aksi jual bersih investor asing yang mencapai Rp3,47 triliun hanya dalam sehari setelah peluncuran Danantara. Ketidakpastian inilah yang memperburuk sentimen pasar, membuat IHSG anjlok lebih tajam.
Investor asing, yang memiliki pengaruh besar terhadap pergerakan IHSG, tampaknya masih menunggu kejelasan lebih lanjut mengenai mekanisme pengelolaan Danantara. Tanpa kepastian yang meyakinkan, mereka cenderung menarik dananya dan mengalihkan investasi ke aset yang lebih aman seperti obligasi atau emas.
Tidak ada sektor yang selamat dari kejatuhan IHSG kali ini. Semua 11 sektor saham di Bursa Efek Indonesia mengalami koreksi.
Dampak dari IHSG anjlok ini tidak hanya dirasakan oleh emiten besar, tetapi juga oleh investor ritel yang mungkin mengalami kerugian besar dalam waktu singkat. Sentimen negatif ini dapat menghambat pertumbuhan pasar modal Indonesia dalam beberapa bulan ke depan jika tidak ada langkah konkret untuk memulihkan kepercayaan investor.
Investor asing menjadi pelaku utama dalam kejatuhan IHSG kali ini. Pada perdagangan Selasa, 25 Februari 2025, investor asing mencatat penjualan bersih hingga Rp1,63 triliun.
Saham-saham yang paling banyak dijual asing termasuk:
Aksi jual besar-besaran ini menambah tekanan di pasar, memperparah kondisi IHSG anjlok. Dalam situasi seperti ini, investor lokal harus lebih selektif dalam memilih saham untuk diakumulasi atau menunggu momen yang lebih tepat untuk masuk kembali ke pasar.
Secara teknikal, IHSG masih berada di atas support psikologis 6.500, tetapi belum menunjukkan tanda-tanda pembalikan arah.
Analis memperkirakan IHSG akan bergerak sideways dalam jangka menengah. Level resistance 7.000 menjadi batas psikologis yang sulit ditembus tanpa katalis positif yang kuat.
Meskipun IHSG anjlok, selalu ada peluang bagi investor yang cermat. Beberapa saham tetap memiliki prospek menarik di tengah volatilitas pasar.
Investor harus tetap selektif dalam memilih saham. Fokus pada saham dengan fundamental kuat dapat mengurangi risiko di tengah pasar yang sedang lesu.
Penurunan IHSG ke level 6.587 adalah dampak dari kombinasi faktor global dan domestik. Ekspektasi FFR yang terbatas dan ketidakpastian akibat peluncuran Danantara membuat investor ragu, sementara aksi jual asing semakin memperburuk keadaan.
Namun, bukan berarti peluang tidak ada. Rebound teknikal masih memungkinkan, terutama jika sentimen pasar membaik. Untuk menghadapi kondisi ini, investor perlu strategi yang tepat—memilih saham yang masih memiliki potensi naik dan tetap waspada terhadap volatilitas pasar.
IHSG anjlok bukan akhir dari segalanya, tetapi menjadi pengingat bahwa pasar saham penuh dengan dinamika yang perlu disikapi dengan strategi yang matang.
Dapatkan Berita Terbaru: Saluran WA
Temukan Berita Terbaru: Google News