ENSIKLOPEDIA – Jagat maya dihebohkan dengan video pilu seekor induk gajah yang enggan meninggalkan lokasi anaknya yang tewas tertabrak truk pengangkut ayam di Jalan Raya Timur-Barat Perak, Malaysia, pada Senin (12/5/2025). Anak gajah jantan berusia sekitar lima tahun itu tewas setelah tertabrak ketika berusaha menyeberang jalan pada dini hari. Induk gajah yang berusia sekitar 25-27 tahun dan berbobot 2,2 ton itu berdiri di samping bangkai anaknya selama lebih dari lima jam, bahkan sempat mencoba mendorong truk dengan belalainya, memicu empati luas dari masyarakat dan viral di media sosial.
Petugas perlindungan satwa Malaysia akhirnya harus mengevakuasi induk gajah menggunakan obat penenang dan memindahkannya ke hutan yang lebih aman. Tragedi ini menyoroti lemahnya perlindungan lintasan satwa liar di kawasan tersebut, yang kerap menjadi koridor migrasi gajah dan satwa liar lain seperti harimau dan tapir. Jalan Raya Timur-Barat Malaysia memang melintasi kawasan konservasi Hutan Belum-Temenggor, namun hingga kini belum tersedia sistem lintasan satwa, pagar, atau sensor otomatis untuk mencegah kecelakaan serupa.
Video tragedi ini memicu gelombang simpati dan kritik, tidak hanya di Malaysia tetapi juga di Indonesia. Banyak warganet membandingkan insiden ini dengan upaya perlindungan satwa di Indonesia, khususnya pembangunan fasilitas penyeberangan khusus gajah di Tol Pekanbaru-Dumai. LSM lingkungan di Malaysia menyoroti bahwa pembangunan infrastruktur tanpa memperhatikan jalur migrasi satwa dapat memperparah konflik manusia-satwa liar, yang sering berujung pada kematian satwa dilindungi.
Menteri Sumber Daya Alam dan Keberlanjutan Malaysia, Nik Nazmi, menegaskan bahwa insiden ini membuka mata banyak pihak tentang pentingnya mitigasi konflik manusia-satwa, terutama di kawasan rawan seperti koridor migrasi gajah3.
Penyeberangan Khusus Gajah di Tol Pekanbaru-Dumai: Studi Kasus Indonesia
Sebagai respons atas berbagai insiden serupa di Asia Tenggara, Indonesia mengambil langkah strategis dengan membangun enam fasilitas penyeberangan khusus gajah di ruas Tol Pekanbaru-Dumai, Riau. Tol sepanjang 131 kilometer ini melintasi habitat utama gajah Sumatra, sehingga fasilitas underpass dan terowongan khusus dirancang agar satwa dapat melintas dengan aman tanpa risiko tertabrak kendaraan.
Fasilitas ini terdiri dari satu terowongan di Sungai Tekuana dan lima lainnya di sekitar Suaka Margasatwa Balai Raja. Dimensi terowongan bervariasi, dengan tinggi antara 4,5 hingga 11 meter dan lebar 25 hingga 45 meter, menyesuaikan kebutuhan habitat alami gajah. Selain itu, jalur ini akan ditanami tumbuhan agar gajah merasa nyaman melintas, dan desainnya melibatkan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau.
Perbandingan Upaya Perlindungan Satwa: Malaysia vs Indonesia
Aspek | Malaysia (Jalan Raya Timur-Barat) | Indonesia (Tol Pekanbaru-Dumai) |
---|---|---|
Fasilitas Penyeberangan | Belum tersedia lintasan khusus satwa | 6 terowongan/underpass khusus gajah |
Lokasi | Koridor migrasi gajah, harimau, tapir | Habitat utama gajah Sumatra |
Perlindungan Satwa | Minim, sering terjadi kecelakaan satwa | Desain tol melibatkan BBKSDA, habitat alami dipertahankan |
Respon Pemerintah | Evakuasi satwa pasca insiden | Mitigasi sejak awal pembangunan tol |
Tragedi viral gajah tertabrak truk di Malaysia menjadi cermin penting bagi negara-negara dengan populasi satwa liar besar. Minimnya fasilitas penyeberangan satwa di Malaysia berbanding terbalik dengan langkah antisipatif Indonesia yang membangun jalur khusus gajah di Tol Pekanbaru-Dumai. Upaya ini diharapkan mampu menekan konflik manusia-satwa dan melindungi keanekaragaman hayati di tengah pesatnya pembangunan infrastruktur.(*/Red)