Iklan Floating Google AdSense (Diperbaiki)
×

Food Vlogger dan Kebebasan Era Digital: Peluang atau Ancaman bagi Masa Depan UMKM?

Berita Terkini – Di era digital yang serba terhubung, kebebasan berekspresi telah mencapai puncaknya. Salah satu fenomena yang menonjol adalah munculnya food vlogger, individu yang mengulas kuliner melalui platform seperti YouTube, TikTok, dan Instagram. Dengan jutaan pengikut, mereka memiliki kekuatan besar untuk membentuk persepsi publik terhadap makanan, restoran, hingga produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Namun, kebebasan ini juga membawa tantangan, terutama bagi UMKM kuliner yang rentan terhadap dampak ulasan negatif. Artikel ini akan mengupas bagaimana kebebasan food vlogger di era digital memengaruhi masa depan UMKM, dengan data terbaru dan tren terkini, sembari menyoroti peluang dan ancaman yang muncul.

Kebebasan Food Vlogger di Era Digital

Era digital telah mengubah cara kita mengonsumsi informasi. Menurut laporan We Are Social 2022, 73,7% penduduk Indonesia aktif menggunakan media sosial, dengan total 201,57 juta pengguna. Platform seperti TikTok dan Instagram menjadi lahan subur bagi food vlogger untuk berbagi konten kuliner.

Kebebasan ini memungkinkan siapa saja, dari figur publik hingga individu biasa, menjadi pengulas kuliner tanpa batasan ketat. Mereka dapat memberikan ulasan jujur, tajam, atau bahkan kontroversial, yang sering kali viral dalam hitungan jam.

Namun, kebebasan ini juga memicu perdebatan. Seorang food vlogger terkenal, William Anderson alias Codeblu, kerap menuai sorotan karena ulasannya yang pedas terhadap produk UMKM. Contohnya, pada 2023, ulasan negatifnya terhadap warung makan Nyak Kopsah menyebabkan kerugian materiil dan immateriil bagi pemiliknya.

Kasus serupa terjadi pada 2024, ketika ulasan Codeblu terhadap roti Clairmont memicu kritik publik dan kegaduhan di media sosial. Fenomena ini menunjukkan bahwa kebebasan berekspresi mereka bisa menjadi pedang bermata dua bagi UMKM.

Dampak Food Vlogger terhadap UMKM Kuliner

UMKM kuliner merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia. Data Kementerian Koperasi dan UKM 2019 mencatat ada 65,4 juta UMKM di Indonesia, yang menyerap 123,3 ribu tenaga kerja dan menyumbang 60,5% terhadap PDB nasional.

Namun, pandemi COVID-19 telah melemahkan sektor ini, dengan 30 juta UMKM gulung tikar. Di tengah pemulihan, konten kreator makanan memiliki peran strategis dalam meningkatkan visibilitas UMKM, tetapi juga berpotensi merusak reputasi mereka.

Berikut adalah dampak utama food vlogger terhadap UMKM kuliner:

  • Peningkatan Visibilitas dan Penjualan: Ulasan positif dari konten kreator makanan dapat membuat UMKM kuliner viral. Misalnya, konten kuliner di media sosial sering kali meningkatkan brand awareness dan menarik pelanggan baru. Menurut artikel di Warta Pesona, konten kuliner seperti video memasak atau foto makanan dapat memperluas jangkauan pasar UMKM hingga ke tingkat global.
  • Risiko Ulasan Negatif: Ulasan negatif, seperti yang dialami Nyak Kopsah, dapat menyebabkan penurunan drastis jumlah pelanggan. Bang Madun, pemilik warung Nyak Kopsah, mengaku usahanya hancur setelah ulasan konten kreator makanan A Jujur viral, hingga ia harus merumahkan sembilan karyawan.
  • Peningkatan Interaksi dan Komunitas: Konten kuliner yang menarik mendorong interaksi pengguna melalui komentar dan share, membangun komunitas online yang loyal terhadap merek UMKM.
  • Tantangan Etika dan Standar: Banyak konten kreator makanan belum memiliki standar etis dalam mengulas. Artikel di Kompasiana menyoroti pentingnya ulasan yang jujur tanpa menjatuhkan usaha kecil, sebuah isu yang masih diperdebatkan hingga 2023.

Tren Terkini dan Data Terbaru

Tren terkini menunjukkan bahwa konten kuliner tetap menjadi salah satu yang paling diminati di media sosial. Pada 2024, konten kuliner seperti resep dan ulasan restoran mendominasi platform digital, didorong oleh minat pengguna terhadap makanan unik dan tren kuliner.

Selain itu, digitalisasi UMKM terus digalakkan pemerintah. Menurut Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, hanya UMKM yang terdigitalisasi yang mampu bertahan di era pandemi. Hingga 2020, 8 juta UMKM telah terhubung ke platform digital, dengan target 30 juta pada 2030.

Namun, data terbaru juga menyoroti dampak negatif ulasan konten kreator makanan. Pada 2025, kasus Clairmont yang dituduh mengirim kue berjamur oleh Codeblu memicu diskusi tentang perlunya regulasi. Pemerintah, melalui Kementerian UMKM, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Komunikasi dan Digital, sedang mempertimbangkan regulasi untuk melindungi UMKM dari ulasan tidak proporsional tanpa membatasi kebebasan berekspresi.

Masa Depan UMKM di Tengah Kebebasan Digital

Kebebasan food vlogger di era digital menawarkan peluang besar bagi UMKM untuk berkembang, tetapi juga menuntut kesiapan menghadapi tantangan. Berikut adalah langkah strategis untuk memastikan masa depan UMKM yang berkelanjutan:

  • Edukasi dan Pelatihan Digital: UMKM perlu dilatih untuk memanfaatkan media sosial secara efektif, seperti membuat konten kuliner sendiri atau berkolaborasi dengan food vlogger. Program seperti edukukm.id dari Kementerian Koperasi dan UKM dapat menjadi solusi.
  • Regulasi yang Seimbang: Pemerintah harus merumuskan aturan yang melindungi UMKM dari ulasan merugikan tanpa mengurangi kebebasan berekspresi. Diskusi antar kementerian pada 2025 menjadi langkah awal yang menjanjikan.
  • Standar Etika untuk Food Vlogger: Komunitas konten kreator makanan perlu mengadopsi pedoman etis, seperti memberikan kritik konstruktif dan memverifikasi fakta sebelum mengulas.
  • Kolaborasi dengan Influencer: UMKM dapat bekerja sama dengan konten kreator makanan terpercaya untuk mempromosikan produk secara kreatif, seperti yang disarankan oleh Warta Pesona.
  • Peningkatan Kualitas Produk: UMKM harus terus berinovasi dan menjaga kualitas produk agar tahan terhadap kritik. Teknologi pangan, seperti pengembangan frozen food, dapat menjadi solusi di era digital.

Kesimpulan

Food vlogger telah menjadi kekuatan besar di era digital, membawa peluang sekaligus ancaman bagi UMKM kuliner. Kebebasan berekspresi mereka dapat meningkatkan visibilitas dan penjualan UMKM, tetapi ulasan negatif yang tidak proporsional berpotensi menghancurkan usaha kecil.

Dengan digitalisasi yang terus berkembang dan regulasi yang seimbang, UMKM dapat memanfaatkan tren kuliner untuk tumbuh di masa depan. Pemerintah, food vlogger, dan UMKM harus bekerja sama untuk menciptakan ekosistem digital yang mendukung pertumbuhan ekonomi tanpa mengorbankan kebebasan berekspresi. Dengan langkah strategis, UMKM kuliner Indonesia dapat menjadi pahlawan ekonomi di era digital.

 

Dapatkan Berita Terbaru: Saluran WA

Temukan Berita Terbaru: Google News

Berita Serupa