Kopi Temanggung Vs Koperasi Merah Putih Mampukah Petani Lepas dari Cengkeraman Tengkulak?

Cak Ulil

May 26, 2025

3
Min Read
Kopi Temanggung Vs Koperasi Merah Putih Mampukah Petani Lepas dari Cengkeraman Tengkulak?
Bagus Pinuntun temanggung. Opini oleh. Bagus Pinuntun

OPINI – Di balik aroma kopi Temanggung yang mendunia, tersembunyi ironi pahit: petani penghasil biji emas ini masih bergantung pada sistem ijon dan tengkulak. Padahal, data Dinas Pertanian Temanggung (2024) mencatat kabupaten ini menyumbang 56% produksi kopi Jawa Tengah dengan nilai ekspor mencapai Rp1,2 triliun. Lantas, bisakah Koperasi Merah Putih menjadi solusi?

Surga Kopi yang Terbelenggu Sistem Tebasan

Temanggung punya segalanya untuk menjadi raja kopi dunia: ketinggian ideal 500-1.450 mdpl, 14.580 hektare lahan produktif, dan pengakuan internasional lewat kemenangan di kompetisi Prancis-AS. Tapi di balik secangkir kopi premium berharga Rp150.000/kg, petani seperti Pak Kardi (45) di Gemawang hanya mendapat Rp80.000/kg dari tengkulak.

“Kalau musim panen raya, harga bisa anjlok sampai Rp30.000/kg. Mau tak mau terpaksa minjam ke tengkulak pakai sistem ijon,” keluhnya. Data BPS (2024) mengonfirmasi 73% petani kopi Temanggung masih bergantung pada pembeli tengkulak dengan margin keuntungan 40-60%.

Baca Juga :  Pendidikan Disiplin Militer: Solusi atau Masalah Baru ala Dedi Mulyadi?

Koperasi Merah Putih Kartu As atau Bumerang?

Program Rp550 triliun dari Koperasi Merah Putih seharusnya menjadi angin segar. Dengan pinjaman hingga Rp5 miliar/desa berbunga 3%, petani bisa membeli alat pengolahan modern seperti mesin sangrai (roaster) dan pengupas kulit (pulper). Tapi realitanya?

Bambang Sutrisno, Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Jawa Tengah, memperingatkan: “Masalahnya bukan sekadar modal. Petani kita belum melek pasar global. Banyak yang asal jual biji mentah ke tengah malam tanpa sertifikasi.”

Kasus di Desa Bejalen menunjukkan paradoks: 80% petani bergabung ke koperasi tapi 60% dana dipakai untuk konsumsi sehari-hari, bukan produktivitas. “Lebih enak beli pupuk cair instant ketimbang pelatihan pasca panen,” ujar Siti, ibu rumah tangga yang ikut program koperasi.

Baca Juga :  Berapa Gaji Pengurus Koperasi Desa Merah Putih? Berikut Faktanya!

Digitalisasi vs Budaya ‘Ngunthungi’

Denden Sofiudin, petani sukses ekspor ke Eropa, membuktikan digitalisasi bisa mendongkrak harga 300%. Melalui platform e-commerce, ia menjual kopi sangrai kemasan 250 gram seharga Rp120.000 ke Jerman. “Kuncinya traceability. Pembeli Eropa mau bayar mahal asal ada sertifikat organic dan fair trade,” paparnya.

Tapi bagi petani generasi tua seperti Mbah Sentot (67), teknologi justru momok. “Saya lebih percaya tengkulak yang datang ke kebun daripada transfer bank lewat HP,” tuturnya sambil menunjukkan 12 kg biji kopi yang baru dipetik.

Langkah Strategis Dari Kebun ke Cangkir

Agar Koperasi Merah Putih tak sekadar jargon, diperlukan intervensi 3 level:

Hulu: Pelatihan intensif teknik fermentasi anaerob dan natural process yang bisa meningkatkan nilai jual 50% (data Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2023)

Hilir: Pembangunan cold storage berkapasitas 50 ton di tiap kecamatan untuk stabilisasi pasokan

Baca Juga :  Kapan Waktu Terbaik untuk Mudik agar Tidak Macet?

Pasar: Kemitraan dengan platform e-commerce global seperti Alibaba untuk akses pasar langsung

Program Koperasi Merah Putih memiliki potensi besar untuk mengangkat kesejahteraan petani kopi Temanggung. Akses modal yang mudah dan bunga rendah dapat memutus ketergantungan pada tengkulak dan rentenir. Namun, keberhasilan program ini sangat bergantung pada implementasi yang hati-hati dan pengawasan ketat untuk mencegah kredit macet.

Bagi Temanggung, tantangannya bukan hanya mempertahankan harga tinggi kopi, tetapi membangun ekosistem yang berkelanjutan. Koperasi Merah Putih bisa menjadi kunci, asalkan didukung dengan pendampingan profesional, pelatihan manajemen keuangan, dan komitmen untuk menjaga kualitas produk.

Masa depan kopi Temanggung terletak pada kemampuan mensinergikan tradisi berkualitas dengan inovasi modern. Dengan dukungan yang tepat, “surga kopi” di lereng Sindoro-Sumbing ini berpotensi tidak hanya menjadi kebanggaan Jawa Tengah, tetapi juga pemain utama di panggung kopi dunia.

Oleh : Bagus Pinuntun
Publisher : Pelitaonline.co

Bantu Ikuti Saluran : WhatsApp Kami

Dan Bantu Ikuti : Google News Kami

Related Post

 

×